Sore itu, di pojok sebuah kedai kopi, Habibi tengah menyusun beberapa peralatan kerjanya. Peralatan yang dia bawa saat itu berupa teropong dan sebuah kotak kecil GPS.
"Ini cuma peralatan iseng aja, jaga-jaga kalau butuh. Kita bahkan punya kamera tersembunyi yang ada di kacamata dan pena," ujar pria berusia 27 tahun itu kepada detikcom beberapa waktu lalu.
Habibi memperkenalkan dirinya sebagai detektif swasta khusus perselingkuhan. Dandanannya saat itu berkemeja rapih dengan kacamata tebal, tak seperti detektif di film box office yang berpenampilan misterius. Meski begitu tampilannya saat itu menyaru dengan karyawan kantoran biasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudah hampir 5 tahun dia menjalani profesinya sebagai detektif perselingkuhan. Profesinya itu berawal dari kegemarannya membaca novel-novel bertema detektif seperti Sherlock Holmes.
Dari hobi itu menginspirasinya untuk membuat biro jasa detektif swasta pada 2014. Dibuatlah sebuah akun Facebook bernama Adi Detektif Perselingkuhan.
Siapa sangka, klien pertamanya kala itu orang Indonesia yang tengah hidup di Inggris, sementara istrinya di Indonesia. Kliennya curiga dengan sikap istrinya.
Misi pertamanya saat itu dia kerjakan dengan mengajak 3 orang temannya. Hanya dengan waktu 5 hari, misinya selesai. Mereka berhasil mendapatkan bukti seperti foto dan video yang diminta oleh kliennya. Misi berhasil, Habibi dibayar US$ 200 dolar.
Sejak saat itu, Habibi merasa menemukan profesi yang membuatnya bergaiah. Bukan karena bayarannya, tapi karena capaiannya yang berhasil membuntuti targetnya hingga mendapatkan bukti-bukti yang menjadi tujuan misinya.
Kini Habibie sudah sangat serius menjalani bisnisnya itu. Perbulan dia bisa menangani belasa kasus. Tarif yang dia banderol bisa berkisar Rp 4 juta hingga Rp 70 juta per misi.
Berbeda dengan Habibibi, Black Widow (nama samaran) tak ingin dirinya disebut sebagai detektif. Dia mengaku hanya menjalani bisnis jasa intelijen.
"Kalau dibilang detektif di pikiran saya seperti Sherlock Holmes. Saya hanya seperti bisnis intelijen," tuturnya.
Wanita yang ingin identitasnya dirahasiakan ini memang hanya menawarkan jasa pencarian informasi. Jasanya digunakan kebanyakan oleh konsultan maaupun perusahaan asing yang ingin berinvestasi di Indonesia.
Ternyata perusahaan-perusahaan asing itu jauh lebih mementingkan informasi tentang calon rekannya di Indonesia maupun pejabat-pejabat terkait yang berhubungan dengan investasinya di Indonesia, ketimbang regulasi perizinan.
"Misalnya ada calon investor asing mau tanam modal di sini, mereka ingin tahu. Misalnya pemerintah lelang proyek tol, atau pabrik pupuk, ada kasus korupsi yang melibatkan rekanya. Nah mereka ini kan nggak punya akses khusus untuk dapat informasi. Sementara yang ada di media kan hanya di permukaan, mereka ingin tahu di balik cerita itu ada siapa," tuturnya.
Kebanyakan dari kliennya meminta untuk mengumpulkan informasi sedetil mungkin tentang perusahaan rekanannya. Mulai dari rekam jejak perusahaan hingga informasi direksinya, apakah pernah tersandung kasus, siapa orang di belakangnya. Bahkan informasi pribadi, seperti apakah direksi perusahaannya punya perilaku menyimpang seperti pedofil.
Tak hanya itu, dia beberapa kali diminta untuk mengulik regulasi yang berkaitan dengan bisnis kliennya. Seperti misalnya alasan dan tujuan pemerintah mengeluarkan kebijakan itu.
Berkat ketepatannya dalam menggali informasi, Black Widow mendapatkan klien berkat rekomendasi dari klienya yang lain. Sekali mengirimkan laporan dia bisa dibayar hingga ribuan dolar AS.
Lanjut ke halaman berikutnya >>>