"Terutama di sini formula perhitungan upah minimum. Mau nggak sentuh di situ, itu kan masalah sensitif. Kita hanya debat kusir tanpa kajian akademis, debat kusir. Kalau jumlah penduduk miskin menurut BPJS Kesehatan yang penerima bantuan iuran saja sudah 96 juta , 37% populasi, itu masalah serius," kata Hariyadi usai menghadiri rapat koordinasi omnibus law di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (6/12/2019).
Hariyadi mengatakan, kewajiban perusahaan atas tenaga kerja menjadi persoalan krusial.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kebijakan yang dibuat pemerintah tak sesuai dengan performa industri saat ini, terutama industri otomotif yang jadi pembahasannya.
"Kalau mau membuat kebijakan harus lihat dulu, cek lapangan implikasinya," terang Hariyadi.
Ia pun meminta pemerintah juga mengedukasi masyarakat dalam memahami kondisi perindustrian dalam negeri.
"Maka perlu keterbukaan dari pemerintah untuk mengedukasi masyarakat situasinya bagaimana," imbuh dia.
Secara khusus, ia menilai bahwa industri otomotif RI tengah mengalami penurunan karena pelemahan serapan dari masyarakat.
"Ini penyerapan makin rendah," ujar dia.
Bahkan, ia menuturkan bahwa industri otomotif RI tertinggal jauh dengan Thailand. Menurutnya, industri otomotif Thailand mampu menembus berbagai pasar ekspor internasional.
"Kita ketinggalan dari Thailand, dia kan lebih duluan banyak merebut industri otomotif di sana. Kebutuhan lokal sedikit, tapi ekspor besar," ucap Hariyadi.
Meski begitu, ia menjelaskan bahwa industri otomotif RI masih punya kesempatan untuk mengejar ketertinggalan. Caranya, dibutuhkan road map untuk industri otomotif itu sendiri. Road map itu juga dibutuhkan mengingat pemerintah tengah mempercepat penerapan mobil listrik yang bakal menggeser mobil berbahan bakar minyak.
"Kita mau mengejar sekarang masih bisa. Tapi tergantung keseriusan dari otomotif bagaimana, arahnya bagaimana. Ini kan mobil listrik sudah muncul. Kalau bisa semua dipikirkan untuk jangka panjang. Karena ini ada pergeseran sangat radikal kalau mau ke mobil listrik. Bisa-bisa nanti bermasalah yang konvensional," pungkas Hariyadi.
(dna/dna)