Tak terima akan keputusan itu, Helmy pun bersikeras menyatakan bahwa ia akan tetap menjalankan tugasnya sebagai Dirut. Ia menilai SPRP tersebut cacat hukum.
Hal tersebut menimbulkan polemik. Komisi I DPR RI dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate pun meminta agar Dewas dan Helmy untuk bungkam.
"Kami ingin TVRI menjadi lembaga publik milik bangsa, yang mampu menjadi wajah Indonesia yang sesungguhnya. Menjadi perekat keberagaman Indonesia, dan menjadi cermin Indonesia ke luar negeri," kata Kabul ketika ditemui detikcom di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).
Kedua, menjadi menjadi televisi yang menyiarkan berita terpercaya. Jika dalam suatu berita ada konflik dan harus ditayangkan, maka TVRI juga bertugas mencari solusinya yang mampu memberikan secercah jawaban untuk masyarakat.
"Beritanya itu harus yang terpercaya, realiable. Anda boleh menyiarkan berita dengan cepat, tetapi yang paling penting adalah berita yang tepat. Perdebatan di TVRI Itu adalah perdebatan yang mencerdaskan, membuat orang tahu duduk masalah sebenarnya. Lalu mencari solusi. Dan pertanyaannya, kita kan punya fungsi kontrol sosial, oke kita laksanakan. Ada pertanyaan Anda boleh nggak mengkritik pemerintah? Ya kenapa tidak? Tetapi cara mengkritiknya itu harus sophisticate, harus ada upaya memberikan solusi yang baik," papar Kabul.
Lantas, apakah harapan Dewas akan TVRI sudah tercermin di bawah kepemimpinan Helmy Yahya?