Dihubungi secara terpisah, Ekonom sekaligus Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah pun tak yakin dengan optimisme pemerintah yang mengatakan skema ini dapat menarik lebih banyak investor masuk ke dalam negeri.
Menurutnya, investasi yang belakangan minim masuk ke Indonesia bukan cuma karena perkara upah minimum pekerja (UMP) di dalam negeri yang terlampau tinggi, melainkan lebih pelik daripada itu.
"Salah satu faktor yg menghambat masuknya investasi memang adalah masalah upah minimum, tapi itu cuma salah satu faktornya saja. Banyak faktor lain yg menghambat masuknya investasi mulai dari persoalan perizinan, pembebasan lahan, masalah tidak konsistennya kebijakan pemerintah, tidak adanya koordinasi pusat daerah dan lainnya," ujar Piter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menyelesaikan masalah upah bukan berarti investasi bisa langsung masuk lebih banyak. Permasalahan-permasalahan lain juga harus diselesaikan. Apalagi dengan upah per jam ini juga belum jelas ujungnya, ditambah serikat buruh sudah menolaknya juga," tuturnya.
Baca juga: Buruh Tolak UU 'Sapu Jagat' Tenaga Kerja |
Sebelumnya Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, rencana penerapan skema pembayaran upah per jam dinilai membawa banyak dampak positif terhadap perekonomian dalam negeri bahkan bagi masyarakat.
Selain dapat mendorong peningkatan investasi, skema pengupahan ini pun dianggap ampuh membawa dampak terhadap penciptaan lapangan kerja.
"Skema upah per jam dalam Omnibus Law itu akan menggenjot investasi dan menumbuhkan lapangan kerja baru," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis, Senin (30/12/2019).
(dna/dna)