Ekspor Benih Lobster Ancam Kelestarian Laut, Ini Jawaban Edhy Prabowo

Ekspor Benih Lobster Ancam Kelestarian Laut, Ini Jawaban Edhy Prabowo

Vadhia Lidyana - detikFinance
Senin, 13 Jan 2020 12:24 WIB
Foto: Agus Dwi Nugroho / 20detik/Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat diwawancarai detik.com di kediamannya, Jumat (10/1/2010)
Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terus menjadi sorotan masyarakat. Di awal masa jabatannya, Edhy mulai mengkaji ulang beberapa peraturan yang diteken oleh periode sebelumnya, seperti pembatasan cantrang, pelarangan ekspor benih lobster, budi daya kepiting, dan sebagainya.

Beberapa pergerakan Edhy ini membuat publik bertanya-tanya, bahkan Edhy mengakui banyak yang mengkritik dirinya. Beberapa Peraturan Menteri (Permen) yang akan ia revisi dinilai membahayakan kelestarian laut. Bagaimana tanggapan Edhy?

"Saya mau bertanya ke publik, ke orang yang bicara itu. Mau hitungan ekonomi, atau hitungan lingkungan? Kalau saya memilih dua-duanya. Ekonomi tumbuh, lingkungan terjaga," kata Edhy saat diwawancarai detikcom, di kediamannya yang berlokasi di komplek Widya Chandra, Jakarta, Jumat (10/1/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Edhy, jika potensi kelautan dan perikanan Indonesia tak dimanfaatkan maka itu salah besar.



"Karena lingkungan terjaga, tapi tak ada pertumbuhan ekonomi untuk apa? Kita sama saja orang yang bodoh, orang yang tidak mau belajar. Orang yang tak mau berusaha," imbuh Edhy.

Sebaliknya, jika potensi kelautan dan perikanan Indonesia hanya dimanfaatkan tanpa dijaga keberlangsungannya, maka tak ada lagi masa depan.

"Pertumbuhan ekonomi tanpa mementingkan lingkungan, berarti kita orang yang laknat. Ini hilang, besok sudah nggak ada lagi. Nggak ada sustainability," jelas dia.

Edhy mengungkapkan, kebijakannya ini ia sesuaikan dengan kondisi nelayan atau pembudidaya yang mata pencahariannya terenggut ketika Permen 56 tahun 2016 diteken. Dalam Permen tersebut, benih lobster, kepiting, dan rajungan tak boleh ditangkap sebelum berusia seperti yang ditetapkan dalam Permen itu.



"Kepiting tidak boleh di bawah 150 gram dipasarkan, rajungan juga sama. Lobster tidak boleh di bawah 200 gram, dia tidak memenuhi lingkungan, dan macam-macam. Tapi faktanya ada masyarakat kita yang membudidaya kepiting di alam. Kepiting soft shell. Kepiting soka namanya, dan ini 50 gram sudah dimakan, sampai 75 gram. Karena lebih dari itu sudah keras lagi. Ini laku di pasaran kalau Anda ke Sumatera Utara ini sudah laku di mana-mana, bahkan diekspor. Tapi ini tidak boleh," terang Edhy.

Ia menegaskan, dalam menetapkan kebijakan yang berpotensi merengut mata pencaharian masyarakat, maka Menteri Kelautan dan Perikanan harus mencari solusi agar masyarakat tersebut tetap memiliki kegiatan ekonomi.

"Oke pelarangan, maksudnya benar, untuk menjaga lingkungan. So what? Langkah apa yang terjadi. Kita harus menjaga terus. Mereka nggak kita kasih jalan ke luar. Mereka kerja apa? Kalau kita sebagai pemimpin yang kita diajarkan oleh senior-senior kita, diajarkan Pak Prabowo, harus dipastikan gantinya apa," pungkas Edhy.


(zlf/zlf)

Hide Ads