Untuk Januari 2020 ini, Josua memprediksi neraca perdagangan akan mengalami surplus US$ 67 juta. Surplus kecil ini dipengaruhi oleh ekspektasi laju bulanan impor yang terkontraksi lebih besar dibandingkan laju ekspor. Kinerja ekspor bulan Januari 2020 diperkirakan terkontraksi -4,4% mtm atau melambat -0,7% yoy yang didorong oleh penurunan dari sisi harga maupun volume secara bersamaan.
Perlambatan laju ekspor didorong oleh kontraksi harga komoditas, di mana CPO mengalami penurunan harga sebesar -11,54% mtm, karet juga mengalami penurunan harga sebesar -4,89% mtm, sementara harga batu bara hanya naik tipis 1,18% mtm.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain kenaikan harga komoditas, volume ekspor pun diperkirakan menurun seiring adanya penurunan PMI dari dua mitra dagang utama Indonesia yakni AS dan China. Sementara negaralainnya seperti Jepang, India, dan Eropa mengalami kenaikan PMI.
"Sementara itu, laju impor diperkirakan terkontraksi -5,1% mtm atau turun -8,2% yoy. Hal ini akibat dari adanya penurunan harga minyak sebesar 15,56% mtm, yang akan mendorong penurunan impor migas secara bulanan," ujar dia.
Baca juga: Sepenggal Kisah WNI Dievakuasi dari Wuhan |
Kemudian penurunan impor akan juga didorong oleh kontraksi impor non-migas akibat industri manufaktur Indonesia masih dalam kondisi terkontraksi.
Selain itu, masih rendahnya impor bahan baku dan barang modal juga dipengaruhi faktor siklus awal tahun dimana aktivitas pabrik atau industri dalam negeri belum maksimal.
"Selain faktor siklus tersebut, mempertimbangkan penyebaran virus corona yang bersamaan dengan perayaan Chinese New Year di China diperkirakan akan mengurangi volume perdagangan," ujarnya.
Simak Video "Video WHO soal Ilmuwan China Temukan Virus Corona Baru Mirip Penyebab Covid-19"
[Gambas:Video 20detik]
(kil/ara)