Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menolak ekspor benih lobster dengan dengan alasan untuk pembudidayaan. Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 yang diterbitkannya dahulu, Susi melarang setiap orang menjual benih lobster untuk budi daya.
Menurutnya, lobster belum bisa kawin dan memijah di tempat budi daya maupun penangkaran. Untuk itu, Susi lebih sepakat apabila lobster dibiarkan berkembang biak di alam sampai tumbuh besar baru boleh di ekspor dan lainnya.
Hal ini lantas langsung ditentang oleh Ketua Komisi Pemangku-Kepentingan dan Konsultasi Publik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP2-KKP) Effendi Gazali. Menurut Effendi, di luar negeri tidak pernah ada larangan budi daya lobster sebagaimana yang diterapkan Susi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sudah menanyakan langsung setidaknya ke 2 negara. Di Australia dan Vietnam lobster boleh dibudi daya. Tidak ada larangan sama sekali tentang hal tersebut!" ujar Effendi dalam acara Ngobrol Publik bertajuk Lobster: Apa Adanya di Gedung KKP, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2020).
Menurutnya, lobster justru penting untuk dibudidayakan, sebab kemampuan bertahan hidup dari benih bening lobster yang tergolong rendah sehingga rentan akan kepunahan.
"Kenapa didorong sektor budi daya, karena survival rate dari benih bening (benur atau puerulus) lobster itu adalah 1/10.000 pada daerah sink-population atau 1/1000 pada daerah non sink-population," paparnya.
Adapun yang dimaksud dengan istilah sink population atau hot spot adalah wilayah di mana benihnya sangat banyak, gampang terlihat, mudah ditangkap, tapi di daerah tersebut banyak pula predator alamnya.
"Jadi benih bening atau benur ini yang dibudi daya. Di Vietnam karena adanya budi daya survival rate meningkat jadi 70%. Nah, nanti pada berat 50 gram, 1% dikembalikan ke alam, sebagai restocking dan upaya menjamin kelestarian yang sejati," katanya.
(eds/eds)