Soal Pensiunan
Direktur Utama PT PANN Herry Soegiarso Soewandy menceritakan dia tidak memahami dengan informasi jika perusahaan diisi oleh para pensiunan dan tidak membuka kesempatan untuk generasi muda.
"Mungkin begini, ada satu atau dua orang yang direkrut dari luar. Tapi kalau saya lihat, mereka umurnya bukan kategori pensiunan. Memang kita tarik ke perusahaan, apa iya ketika mereka pernah bekerja di tempat lain kemudian berhenti dan masuk PANN disebut pensiunan? Kan pro hire," kata Hery kepada detikcom akhir pekan lalu.
Dia mengungkapkan, tak ada jumlah pensiunan yang banyak seperti berita yang beredar. "Tapi memang ada orang yang pernah bekerja di sebuah bank BUMN, apakah itu masuk kategori pensiunan?," ujar dia.
Herry juga menambahkan sejak 1994 PT PANN tidak pernah menggemukkan diri. Hal ini karena kondisi keuangan PANN juga tidak memungkinkan.
"Apa itu menggemukkan diri, orang setengah mati cari funding," jelas dia.
Saat ini jumlah pegawai tetap yang ada di PT PANN sebanyak 7 orang termasuk Herry, 12 pegawai outsourcing dan 3 orang pegawai kontrak.
Dia menceritakan jumlah ini terus berkurang, sesuai dengan operasional perusahaan. "Waktu itu banyak yang pensiun, ya saya tidak perlu ganti. Dari mana saya bayarnya? Sebagian pensiun, sebagian minta pensiun dini, sudah saya lepas aja. Daripada PANN menanggung beban, fungsinya hanya satu restrukturisasi yang jalan," ujar dia.
Menurut dia, hingga saat ini perseroan berupaya mempertahankan jumlah pegawai tersebut untuk menekan biaya operasional. Namun, jika seluruh restrukturisasi sudah diselesaikan maka dia siap untuk menambah pegawai sesuai dengan kepentingan bisnis.
"Ada juga yang banyak bilang disuntik besar Rp 3,8 triliun tapi pegawai hanya 7 padahal kan ada 12 outsource dan 3 kontrak, mereka itu pegawai juga. Lagi pula PMN kami hanya ganti buku saja, bukan uang tunai," jelas dia.
Bisnis Hotel
Direktur Utama PT PANN Herry S Soewandy mengungkapkan, hotel tersebut sebenarnya masuk dalam bisnis PANN setelah menjadi multifinance pada 1994. Saat itu pembiayaan hotel masuk dalam kategori pembiayaan lain.
"Dari dokumen yang ada, saat itu ada pengusaha hotel yang minta pembiayaan berbentuk sales and leaseback, saya contohkan hotel di Bandung, namanya Garden Permata Hotel, itu milik salah satu keluarga kaya. Mereka kelola secara syariah," ujar dia kepada detikcom, akhir pekan lalu.
Dia menjelaskan pengusaha tersebut membutuhkan pembiayaan untuk sisi kiri dan sisi belakang hotel. Dengan cara menjaminkan hotel tersebut ke PANN. Jadi ketika angsuran sudah selesai, hotel tersebut di-takeover lagi ke pengusaha tersebut.
"Jadi kami berikan pembiayaan ke hotel tersebut, waktu itu US$ 12 juta, kursnya masih Rp 6.000 atau sekitar Rp 82 miliar tahun 1996. Sekarang itu nilainya Rp 400 miliar, jadi kalau dijual ya bisa untung," jelas dia.
Herry menambahkan, hotel tersebut didapatkan karena sebagai jaminan. Saat pengusaha gagal membayar angsuran, hotel tersebut ditarik dan disita untuk PT PANN.
"Banyak orang bilang, PANN punya bisnis usaha hotel, padahal tidak begitu. Itu barang dagangan, barang sitaan, barang tarikan yang memang masih operasional dan itu harus dijual untuk mengembalikan pembiayaan yang digunakan waktu dulu," imbuh dia.
Menurut Herry hal ini berbeda dengan perusahaan yang sengaja berinvestasi untuk membangun hotel. Saat ini hotel tersebut masih berjalan dan menghasilkan sedikit keuntungan.
Saat ini ada tiga hotel hasil sitaan yang dimiliki PT PANN yakni Bandung Garden Permata Hotel, Grand Surabaya, dan Hotel Nagoya di Batam.
(kil/eds)