Kalau seperti itu, Fuad mengatakan krisis keuangan tahun 2018 akan terjadi, saat itu kurs rupiah ke mata uang dolar AS menyentuh level Rp 15.300. Dia memperkirakan tahun ini akan lebih parah nilainya.
"Kekurangan pasokan dolar ke pasar Indonesia ini akan mengulangi kejadian tahun 2018 waktu kurs rupiah ke US$ mencapai Rp15,300.- karena supply dolar minus US$ 10 Miliar. Sekarang ini potensi kekurangan pasokan dolar utk tahun 2020 diperkirakan melebihi tahun 2018. Thus, kurs rupiah akan tertekan atau terpuruk," kata Fuad.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Inilah awal krisis keuangan yang akan menyeret atau menggoyahkan pasar modal," lanjutnya.
Fuad menyebut jurus mabuk utang ala Menkeu Sri Mulyani sudah tidak mujarab lagi, sudah tumpul dan berbahaya. Pasalnya, investor asing mulai ragu membeli Surat Utang Negara (SUN). Dengan begitu kurs rupiah akan terpuruk lebih parah. Tapi untungnya bunga dolar diturunkan dan ada pelonggaran dolar oleh pemerintah USA atau The Fed sehingga keperkasaan dolar menurun.
"Investor asing di Indonesia yang akan kabur juga "mengatur" ritme kurs rupiah agar tidak terlalu jatuh, agar mereka tidak terlalu rugi. Tanpa "bantuan" dua faktor ini, kurs rupiah terjungkal parah," kata Fuad.
Menurutnya, selama Januari dan Februari mayoritas SUN dibeli oleh Bank Indonesia (BI), sebesar Rp 70 triliun. Dengan bantuan BI, Fuad menyebut APBN selamat meski defisitnya melampaui target.
"Saya tidak bisa membayangkan bila BI tidak membeli SUN itu. Pastilah terjadi krisis APBN. Begitu juga utangnya. Bisa gagal bayar. Lebih lebih tahun 2020 ini sekitar Rp 426 triliun utang yang jatuh tempo. Maklum utang yang jatuh tempo dibayar dengan utang baru," kata Fuad.
Celakanya lagi Fuad menyebut penerimaan pajak Januari dan Februari 2020 lebih rendah dari periode yang sama tahun 2019. Karena penerimaan pajak turun, belanja APBN juga turun. Januari 2020, belanja APBN 9,1% di bawah belanja Januari 2019. Dari asumsinya, dia menyimpulkan bahwa krisis ekonomi telah terjadi.
"Nah bila sudah nampak ekspor turun, belanja negara turun, investasi asing berpotensi turun, manufakturing menciut dan PHK mencuat, most likely menimbulkan penurunan demand. Berarti memasuki krisis ekonomi melengkapi krisis keuangan," kata Fuad.
Fuad mengatakan bobroknya perekonomian disebabkan beberapa faktor, pertama seberapa buruk dan lamanya penyebaran virus corona di dunia. Meski ada penurunan penularan di China, tapi yang sudah terjangkit bahkan meninggal masih meningkat. Sementara di negara lain virus baru mulai menyerang dan menjatuhkan korban.
Dia juga menyebut kemampuan pemerintah salam menangani virus ini menjadi salah satu faktor. Dia mengatakan pemerintah harus bisa menjaga koordinasi, dan menekan ketakutan serta kepanikan di masyarakat. Di samping itu pemerintah harus memberikan stimulus kebijakan ekonomi untuk tetap memicu jalannya perekonomian.
Fuad juga mengatakan pemerintah harus meninjau kembali penggunaan APBN. Dia meminta agar alokasi yang tidak tepat pada APBN bisa ditekan.
"Bisakah pemerintah mereformasi APBN-nya memperbaiki dan membersihkan dari missed alocation, fat-fat atau lemak-lemak, mark-up, pemborosan dan anggaran fiktif. Reformasi APBN ini amat di perlukan dan kasat mata," kata Fuad.
Baca juga: Sri Mulyani Buka Opsi Tunda Pungutan PPh 21 |
Simak Video "Video WHO soal Ilmuwan China Temukan Virus Corona Baru Mirip Penyebab Covid-19"
[Gambas:Video 20detik]
(fdl/fdl)