Jakarta -
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah mengaktifkan Pusat Krisis Terintegrasi. Ini sebagai jalur komunikasi dan edukasi bagi masyarakat untuk menekan dampak COVID-19 bagi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Kemenparekraf, Ari Juliano Gema, di Jakarta, Rabu (1/4/2020) mengatakan komunikasi krisis yang terintegrasi sangat diperlukan dalam manajemen krisis kepariwisataan sebagai upaya meminimalisasi dampak wabah pandemi COVID-19.
"Kami telah mengaktifkan komunikasi krisis parekraf sejak 17 Maret 2020, mengikuti SOP manajemen krisis kepariwisataan yang dihasilkan atas masukan bersama praktisi penanganan krisis dan ahli komunikasi sepanjang 2018-2019," kata Ari.
Kemenparekraf juga membuka berbagai kanal komunikasi publik sebagai bentuk tanggap COVID-19 di antaranya melalui website dan sosial media resmi.
"Terkait Parekraf tanggap COVID-19 ada kanal komunikasi publik yang bisa dimanfaatkan di IG @kemen.parekraf, IG @indtravel, dan www.kemenparekraf.go.id," katanya.
Bahkan website tersebut mencantumkan yang microsite khusus COVID-19 yakni https://pedulicovid19.kemenparekraf.go.id/.
Semua landing page tersebut terintegrasi dan langsung terhubung ke contact center 08118956767 yang berbasis aplikasi whatsapp dan akan dijawab petugas pusat informasi pada jam kerja dan chatbot di luar jam kerja.
Apa respons dari kalangan pengusaha hotel terhadap pusat krisis ini? Klik halaman selanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi langkah tersebut, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai harus ada instrumen lain yang melengkapi fasilitas tersebut jika ingin langkah meminimalisir dampak corona berjalan efektif.
"Kita mengharapkan memang Kemenparekraf itu membuat satu sistem seperti Satgas. Tapi Satgas itu tugasnya adalah mengawal kebijakan-kebijakan yang sudah di-approve pemerintah jika terjadi permasalahan di daerah. Itu sebenarnya poin yang kita harapkan dari Kemenparekraf," ujar Sekjen PHRI Maulana Yusran kepada detikcom, Rabu (1/4/2020).
Dalam hal ini, selain membuka pusat krisis tersebut, Maulana meminta Kemenparekraf turut menyarakan bantuan langsung dari pemerintah kepada sektor pariwisata.
"Nah kita berharap dia (Kemenparekraf) menjadi fungsi atau pun mediasinya. Karena kalau kita bicara government to government (G to G) itu kan akan lebih mudah memperjuangkannya, dibanding industri disuruh berbicara sendiri," papar Maulana.
Adapun bantuan tersebut salah satunya mengurangi beban utilisasi di perhotelan atau restoran yang menjadi salah satu sumber pemasukan industri pariwisata. Ia menuturkan, cara mengurangi beban utilitas untuk sektor perhotelan utamanya yakni dengan memberikan kelonggaran tarif listrik minimum.
"Listrik itu kan ada yang mengenakan perhitungan minimum, jam hidup namanya. Kalau dikenakan itu, kan pemakaian listrik juga nggak maksimal, karena tamunya kan nggak maksimal. Kita minta tolong dihilangkan perhitungan itu. Jadi berapa yang kita pakai, itulah yang kita bayar," urainya.
Ia pun menyarankan tarif listrik bulanan dari hotel yang tengah babak belur ini diberikan diskon.
"Tolong kita dikasih diskon. Karena pemakaian kita kan cukup besar. Sedangkan, daya yang kita miliki tidak cocok lagi dengan revenue kita. Tentu kita wajar dong kali ini minta diskon," imbuh dia.
Begitu juga iuran bulanan pemakaian gas, serta penarikan pajak lainnya oleh pemerintah daerah (Pemda).
"Utilitas itu termasuk gas. Dan gas dolarnya sudah naik. Nah hal lain terhadap utilitas itu di daerah. Jadi daerah seharusnya berpikir, tolong digratiskan dulu. Kan ini nanti modal mereka untuk recovery juga. Pajak-pajak daerah itu dikurangi dulu deh. Kita fokus situasinya ke COVID-19. Kita fokus ke sana dulu," tegas Maulana.
Simak Video "Video: PHRI Bali Bicara Akomodasi Ilegal di Balik Turunnya Tingkat Hunian Hotel"
[Gambas:Video 20detik]