Lagi-lagi, Kabinet Indonesia Maju di bawah pimpinan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) diuji dengan perbedaan regulasi dari antar kementeriannya. Kali ini, giliran Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kesehatan.
Saat Kementerian Kesehatan melarang pengemudi ojek online (ojol) mengantar-jemput penumpang, Kementerian Perhubungan justru sebaliknya, meski tetap diiringi syarat tertentu.
Lalu, apa dampak dari kebijakan yang berseberangan tersebut terhadap masyarakat?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengamat Perkotaan dan Transportasi dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna menilai perbedaan aturan tersebut justru akan memicu ketidakpercayaan yang mendalam dari masyarakat kepada pemerintah. Sehingga akibatnya justru menimbulkan ketidakdisiplinan yang tidak terkendali.
"Jadi ini memunculkan distrust, ada ketidakpercayaan, pemerintah tidak kompak, masyarakat itu bingung mau siapa yang dipatuhi, siapa yang ditaati, jadi kalau pemerintahnya tidak tegas akhirnya masyarakat malah mengikuti anjuran-anjuran yang ada di media sosial. Karena Media Sosial bisa begitu banyak membanjiri dengan begitu banyak pula kepentingan di dalamnya," ujar Yayat kepada detikcom, Senin (13/4/2020).
Yayat khawatir kemudian masyarakat bisa semakin tak disiplin dan aktivitas di luar rumah menjadi masif kembali.
"Ketika membolehkan ini kan akan mendorong orang bergerak kemana-mana, ini kan jadi hal yang dilema, ada inkonsistensi di dalamnya," sambungnya.
Demikian pula, terhadap aktivitas ekonomi, baik terhadap sesama pengemudi ojek online maupun ojek pangkalan. Keduanya akan sama-sama memilih tetap angkut penumpang menimbang kebutuhan sehari-hari mereka juga.
"Kalau nanti misalnya ojol dibolehkan dan boleh berboncengan nanti masyarakat lain pun akan meniru, ojek-ojek pangkalan mengatakan, lho kok itu boleh saya gaboleh, ya kan," tambahnya.
Untuk itu, ia berharap adanya ketegasan dari pemerintah pusat terkait masalah seperti ini. Demi mempercepat penanganan virus Corona (COVID-19) itu sendiri.
"Tapi saya menyarankan ada bagusnya keputusan-keputusan yang kontroversi itu sebaiknya dihindarkan, dimatangkan lebih dulu, dan dijadikan 1 suara sebelum diterbitkan," katanya.
(eds/eds)