Cerita Pilu Pegawai Ritel, Dirumahkan Tanpa Gaji

Cerita Pilu Pegawai Ritel, Dirumahkan Tanpa Gaji

Vadhia Lidyana - detikFinance
Kamis, 23 Apr 2020 04:50 WIB
Ritel Semarang cacri cara untuk pertahankan pelanggan, Kamis (2/11/2017).
Ilustrasi Foto: Angling Adhitya Purbaya

Pengusaha dan Sopir Bus Menjerit 'Digerogoti' Corona

Industri pariwisata merupakan sektor yang paling babak belur digempur Corona. Berhentinya pergerakan orang dan menurunnya daya beli menyebabkan 'kematian' bagi sektor tersebut. Hal ini tentunya berdampak pada semua masyarakat yang berkecimpung pada industri tersebut.

Seorang pengusaha bus pariwisata yang bernama Yohanes Susanto contohnya. Ia menceritakan, sejak 16 Maret 2020 lalu perusahaannya PT Laba Dapet Sejahtera yang memiliki 25 unit bus pariwisata merana akibat Corona. Terutama ketika pemerintah melarang kunjungan ke tempat wisata, menerapkan PSBB, dan juga melarang mudik.

Akibatnya, perusahaannya tak memperoleh pemasukan. Sementara, biaya operasional perusahaan sangatlah besar, seperti biaya perawatan bus, dan juga gaji karyawan yang jumlahnya mencapai 75 orang.

Padahal, di bulan Maret-Mei mendatang ia sudah berharap-harap akan mendapat pesanan banyak seperti periode yang sama di tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, bulan-bulan tersebut bertepatan dengan liburan sekolah serta musim mudik Lebaran.

"Seharusnya saat ini kami sedang menuai penghasilan dikarenakan bulan Maret-Mei adalah bulan peak season serta menjelang Lebaran untuk mendapatkan order, akan tetapi saat ini sirna, hilang begitu saja," kata Yohanes kepada detikcom.

Ia membeberkan, perusahaannya sudah memberikan bantuan langsung kepada para pegawai, serta memastikan gaji tetap diberikan. Namun, ia tak tahu sampai kapan hal ini bisa dipertahankan melihat begitu banyak kewajiban perusahaan seperti cicilan kredit bus, dan sebagainya. Ia merasa, pemerintah hanya memanjakan ojek online (ojol) dengan memberikan bantuan khusus kepada drivernya.

"Seolah pemerintah hanya peduli pada ojol. Kami juga manusia dan Warga Negara Indonesia, kami juga memiliki keluarga. Dan pada umumnya semua karyawan sekarang harus wajib memiliki sertifikasi kompentensi yang di akui oleh negara sertifikat dan kemampuannya, akan tetapi mengapa hanya ojol saja yang di perhatikan," ungkap Yohanes.

Selain Yohanes, Adi Munadi yang berprofesi sebagai supir freelance dari armada pariwisata juga merasakan ketikdakadilan yang serupa. Buka halaman berikutnya untuk cerita lebih lengkap.


"Yang saya heran, kita pelaku usaha yang terdampak Corona di sektor pariwisata yang katanya penghasil devisa ke-2 terbesar buat negara hanya berdiam diri dirumah tanpa penghasilan. Justru ojol yang masih bisa bekerja menghasilkan pendapatan malah dibantu dari pusat dan daerah," imbuh Adi kepada detikcom.

Adi menceritakan, sejak 14 Maret 2020 ia sudah tak lagi mendapatkan panggilan untuk menyupir. Otomatis pendapatannya nihil, sementara tabungannya hanya cukup hingga Maret kemarin untuk membiayai keluarga. Akhirnya, Adi pun terpaksa menjual barang-barang yang dimilikinya, serta berutang kepada temannya.

Sebenarnya, Adi sudah berupaya mencari pekerjaan lain. Namun, hingga saat ini Adi tak kunjung mendapatkannya. "Saya sudah berusaha mencari pekerjaan sampingan tapi belum ada hasil," tutup Adi.



Simak Video "Video: Demi Fokus ke Pusat Data dan AI, Google PHK 200 Karyawannya"
[Gambas:Video 20detik]

(ang/ang)

Hide Ads