Yogyakarta -
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY mengungkapkan sebagian besar karyawan Hotel dan Restoran di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami cuti tak berbayar atau unpaid leave. PHRI menyebut jumlah karyawan yang terdampak bisa mencapai ribuan orang.
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono mengatakan, keputusan tersebut terpaksa diambil para pemilik Hotel dan Restoran karena tidak adanya pemasukan akibat wabah COVID-19. Menurutnya, para karyawan mulai terkena unpaid leave sejak tanggal 1 April.
Menurut Deddy dari tanggal 1 April hingga saat ini pihaknya mencatat ada ratusan karyawan yang beralih status menjadi unpaid leave. Lebih lanjut, jumlah tersebut kemungkinan akan terus bertambah hingga ribuan.
"Saat ini, menurut data yang masuk, yang di-unpaid leave-kan sekitar 900 orang," katanya kepada detikcom, Kamis (30/4/2020).
"Tapi dari data tersebut banyak Hotel bintang dan Restoran yang berjejaring belum memasukan (data). jadi kita perkirakan bisa lebih dari itu, sekitar 1500-1800 orang," lanjut Deddy.
PHRI saat ini tengah mengupayakan karyawannya yang unpaid leave untuk mendapatkan kartu Pra Kerja. Namun, hingga saat ini belum ada kelanjutan lebih lanjut terkait berapa orang yang sudah menerima kartu tersebut.
"Kita sudah mengupayakan kartu Pra Kerja yang dilakukan masing-masing karyawan. Untuk hasil Pra Kerja, kita belum dapatkan info dari teman-teman karyawan," ucap Deddy.
Klik halaman selanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, PHRI DIY mendata 80 persen Hotel dan Restoran di Yogyakarta tidak beroperasi dan terpaksa memberikan cuti tak berbayar bagi karyawannya. Hal itu karena Hotel dan Restoran terbebani dengan biaya operasional yang terus membengkak.
"Jadi kalau di Yogyakarta, karena sikon (situasi dan kondisi) seperti ini yang paling penting kan kita konsentrasi ke pemutusan rantai penularan COVID-19. Karena itu kita banyak merumahkan, dalam arti merumahkan adalah cuti tidak berbayar (bagi karyawan Hotel dan Restoran)," kata Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono kepada detikcom, Senin (13/4/2020).
Deddy menjelaskan, kebijakan tersebut telah berlalu sejak tanggal 1 April. Selain itu, pihaknya enggan menggunakan istilah merumahkan karyawan karena jika menggunakan istilah tersebut pihaknya harus membayar 75 persen gaji karyawan yang dirumahkan.
"Karena kalau istilah merumahkan, kita berkaitan dengan UU, kan harus bayar 75 persen, padahal kondisi setiap Hotel berbeda. Pertama ada yang bisa bayar penuh, kedua ada yang bisa bayar separuh gaji dan ketiga ada yang tidak bisa membayar gaji. Nah, yang terjadi di DIY sekarang poin 2 dan 3," ujarnya.
"Apalagi kita kan tetap bayar PLN, PBB, air tanah dan air limbah, sementara pemasukan kita nol," lanjut Deddy.
Menyoal jumlah karyawan yang terdampak cuti tidak berbayar, Deddy enggan menjelaskannya secara rinci. Namun, dia menyebut saat ini sudah banyak Hotel dan Restoran yang tidak beroperasi.
"Belum tahu pastinya (jumlah karyawan dirumahkan), karena ada sebagian belum kirim data. Tapi kita bisa prediksi dengan melihat kalau sekitar 80 persen Hotel dan Restoran di DIY sementara tutup atau tidak menerima tamu," ucap Deddy.
Namun, pihaknya menyebut masih ada beberapa Hotel dan Restoran yang beroperasi. Beroperasi, kata Deddy adalah masih menerimanya reservasi atau pemeliharaan properti dan merenovasi Hotel-hotel.