Sebelumnya, PHRI DIY mendata 80 persen Hotel dan Restoran di Yogyakarta tidak beroperasi dan terpaksa memberikan cuti tak berbayar bagi karyawannya. Hal itu karena Hotel dan Restoran terbebani dengan biaya operasional yang terus membengkak.
"Jadi kalau di Yogyakarta, karena sikon (situasi dan kondisi) seperti ini yang paling penting kan kita konsentrasi ke pemutusan rantai penularan COVID-19. Karena itu kita banyak merumahkan, dalam arti merumahkan adalah cuti tidak berbayar (bagi karyawan Hotel dan Restoran)," kata Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono kepada detikcom, Senin (13/4/2020).
Deddy menjelaskan, kebijakan tersebut telah berlalu sejak tanggal 1 April. Selain itu, pihaknya enggan menggunakan istilah merumahkan karyawan karena jika menggunakan istilah tersebut pihaknya harus membayar 75 persen gaji karyawan yang dirumahkan.
"Karena kalau istilah merumahkan, kita berkaitan dengan UU, kan harus bayar 75 persen, padahal kondisi setiap Hotel berbeda. Pertama ada yang bisa bayar penuh, kedua ada yang bisa bayar separuh gaji dan ketiga ada yang tidak bisa membayar gaji. Nah, yang terjadi di DIY sekarang poin 2 dan 3," ujarnya.
"Apalagi kita kan tetap bayar PLN, PBB, air tanah dan air limbah, sementara pemasukan kita nol," lanjut Deddy.
Menyoal jumlah karyawan yang terdampak cuti tidak berbayar, Deddy enggan menjelaskannya secara rinci. Namun, dia menyebut saat ini sudah banyak Hotel dan Restoran yang tidak beroperasi.
"Belum tahu pastinya (jumlah karyawan dirumahkan), karena ada sebagian belum kirim data. Tapi kita bisa prediksi dengan melihat kalau sekitar 80 persen Hotel dan Restoran di DIY sementara tutup atau tidak menerima tamu," ucap Deddy.
Namun, pihaknya menyebut masih ada beberapa Hotel dan Restoran yang beroperasi. Beroperasi, kata Deddy adalah masih menerimanya reservasi atau pemeliharaan properti dan merenovasi Hotel-hotel.
(hns/hns)