"Anggaran keseimbangan primer naik dari Rp 517,8 triliun menjadi Rp 700,4 triliun," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam paparannya via video conference, Jakarta, Kamis (4/6/2020).
Keseimbangan primer dalam APBN merupakan penerimaan dikurangi belanja negara, namun tidak memasukkan komponen pembayaran bunga utang. Artinya, bila keseimbangan primer bisa surplus, pemerintah tidak memerlukan utang baru untuk membayar pokok cicilan utang yang lama.
Sebaliknya, jika keseimbangan primer negatif maka pemerintah perlu menerbitkan utang baru untuk membayar pokok cicilan utang yang lama alias gali lubang tutup lubang.
Keseimbangan primer yang melonjak drastis dikarenakan pendapatan negara seret. Pada revisi postur yang paling anyar, pemerintah memasang outlook pendapatan negara menjadi Rp 1.699,1 triliun dari yang sebelumnya Rp 1.760,9 triliun.
Total pendapatan negara itu berasal dari dalam negeri sebesar Rp 1.698,6 triliun dan hibah Rp 0,5 triliun. Pendapatan dalam negeri terdiri dari perpajakan sebesar Rp 1.404,5 triliun dan PNBP sebesar Rp 294,1 triliun.
Sedangkan outlook belanja negara semakin naik menjadi Rp 2.738,4 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.974,4 triliun dan belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 763,9 triliun.
Dengan perombakan tersebut maka defisit anggaran sampai per 31 Desember 2020 mencapai Rp 1.039,2 triliun atau 6,34% dari produk domestik bruto (PDB). Sementara anggaran keseimbangan primernya menjadi Rp 700,4 triliun. "Itu pasti membuat utang menjadi naik," ungkapnya.
(hek/fdl)