"Tuduhan tersebut berpotensi menyebabkan hilangnya devisa negara yang diperkirakan sebesar US$ 1,9 miliar atau setara dengan Rp 26,5 triliun," kata Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Srie Agustina dalam webinar, Senin (8/6/2020).
Dari 16 tuduhan tersebut, 10 di antaranya masuk dalam tuduhan antidumping, dan 6 sisanya adalah tuduhan safeguard.
"Produk yang dituduh bervariasi mulai dari mono sodium glutamat, baja, alumunium, kayu, benang tekstil, bahan kimia, matras kasur, dan produk otomotif," ungkap Srie.
Menurut Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Pradnyawati, kelompok metal adalah produk yang paling sering dituduh dumping maupun safeguard dari negara-negara di atas.
"Sektor utama yang sering sekali dituduh baik anti dumping maupun CVD adalah metal, logam, besi baja. Karena kita tahu besi baja adalah yang sangat pentinfg, major of industry, orang bilang sangat protektif," kata Pradnyawati dalam kesempatan yang sama.
Selain AS, India, dan UE, negara-negara yang memberikan tuduhan di tengah pandemi Corona ini antara lain Ukraina, Vietnam, Turki, Filipina, Australia, dan Mesir. Menurut Pradnya, negara-negara tersebut 'rajin' memberikan tuduhan kepada Indonesia.
"Negara-negara yang aktif melakukan investigasi, memberikan Bea Masuk Anti Dumping dan countervailing duties (CVD) ya itu-itu saja," tuturnya.
Pradnya sendiri cukup terkejut mengetahui jumlah tuduhan tersebut dalam kurun waktu 5 bulan.
"Sekarang dalam masa pandemi baru 5 bulan saja Indonesia sudah menghadapi 16 kasus tuduhan yang terdiri dari 10 tuduhan antidumping, dan 6 tuduhan safeguard dari negara mitra. Jadi sudah melebihi rekor tahunan. Biasanya setahun paling-paling kita menghadapi 14 tuduhan rata-rata. Sekarang baru 5 bulan sudah 16 kasus," pungkasnya.
(dna/dna)