Pemerintah negara tersebut, termasuk Indonesia juga sedang membidik pajak dari penyelenggara layanan elektronik itu. Namun Trump merasa gerah, pemungutan pajak dinilai sebagai diskriminasi dan ketidakadilan untuk perusahaan
Akademisi Fakultas Hukum UGM, Adrianto Dwi Nugroho mengatakan kemarahan Presiden Trump terhadap kebijakan pajak digital lantaran berdampak pada keberlangsungan bisnis kedepannya.
"Sebenarnya itu bukan sikap menentang tapi masih investigasi. Kenapa diinvestigasi karena sejak awal pemerintah Indonesia bilang ini awal sebelum menyasar kepada pajak laba usaha jasa luar negeri," kata Adrianto dala video conference, Jakarta, Rabu (10/6/2020).
Baca juga: Tak Semudah Itu Tarik Pajak Netflix cs |
Pemerintah AS melalui USTR akan menyelidiki rencana-rencana tersebut. Saat ini ada beberapa negara yang sedang mempertimbangkan pajak layanan digital. Antara lain Austria, Brasil, Republik Ceko, Uni Eropa, India, Indonesia, Italia, Spanyol, Turki, dan Inggris. Perwakilan dagang AS mengaku telah mengajukan permohonan konsultasi dengan pemerintah negara tersebut.
"Jadi investigasi kepada kebijakan jangka panjang, dan itu bisa pengaruhi perilaku konsumen, apakah konsumen akan tetap beli masih jadi pertanyaan. Dari sisi usaha akan diperhatikan keberlangsungan," ungkapnya.
Sementara Research Manager CITA, Fajry Akbar menilai penarikan PPN terhadap jenis barang dan jasa digital akan menghindarkan pengenaan pajak berganda kedepannya.
Baca juga: Trump Geram karena RI Pajaki Netflix cs |
Dia pun yakin pemerintah AS tidak akan keberatan dengan pengenaan PPN.
"Menurut saya implementasi PMK ini tidak bertentangan, seharusnya dapat diterima oleh AS. Karena mereka sendiri dalam beberapa kesempatan menyebut pajak digital PPN ini bisa digunakan sebagai solusi," kata Fajry.
(hek/dna)