Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengajak masyarakat untuk menjauh dari Jakarta karena kasus penyebaran COVID-19 masih tinggi. Ia pun menyerukan agar tidak lagi ngantor di Jakarta dan produktif di Jawa Barat.
Terkait hal tersebut, Analis Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah menilai hal tersebut patut diapresiasi. Terlebih itu terkait dengan upaya memutus mata rantai virus Corona.
"Bagi sebuah kebijakan kepala daerah mengharapkan masyarakatnya untuk tidak ke Jakarta atau tidak meninggalkan daerahnya sebagai sebuah azas tentu kita apresiasi bagi sebuah pemikiran yang inovatif. Dalam arti bahwa karena kebetulan kaitannya memutus mata rantai penyebaran COVID," katanya kepada detikcom, Minggu (28/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, untuk implementasinya ia menilai bukan perkara mudah. Bahkan, ia menyebut sebagai sebuah mission impossible.
"Sekarang bagaimana dengan implementasinya, sebuah kebijakan kan harus diimplementasikan menurut saya implementasi pemikiran itu utopia karena masyarakat kita ini Jakarta dan Jawa barat pada umumnya mobilitasnya sangat tinggi di tengah masyarakat yang makin modern, makin maju meskipun teknologi juga ada," paparnya.
"Saya kira mission impossible untuk tetap di tempatnya sendiri kemudian tidak melakukan aktivitas di wilayah lain," sambungnya.
Baca juga: Lion Air Jawab 'Viral Video PHK' |
Menurutnya, pemikiran itu sangat kompleks untuk direalisasikan. Apalagi, Jakarta dan Jawa Barat terikat dalam sebuah kebudayaan masyarakat yang mendorong untuk bertemu.
"Budaya masyarakat kita yang bersamaan, kadang-kadang, kerjaan hanyalah merupakan entry point untuk saling bertemu kalau pemisahan administrasi hanya bersifat kemudahan di dalam birokrasi," ujarnya.
Dia juga menuturkan, tidak semua pekerjaan juga terselesaikan meskipun ada teknologi.
"Menurut saya dari sisi sosial network yang sangat rumit meskipun ada teknologi tapi kan pekerjaan tidak semata-mata urusan teknologi ada pekerjaan yang tidak bisa ditangani teknologi juga. Negosiasi ketemu klien, lobi-lobi atau sifatnya faktor teknis kan akan ketemu," ujarnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Sementara, Pengamat Kebijakan Publik Eko Sakapurnama menilai, usulan Emil lebih dominan untuk mencegah penyebaran virus Corona. Lantaran, dari aspek ekonomi masih banyak yang perlu diperhatikan.
Terlebih, dalam kondisi seperti ini belum tentu perusahaan siap menjalankan seruan Ridwan Kamil tersebut.
"Mungkin dari kacamata Kang Emil usulan atau kampanye tadi lebih dominan kacamata aspek mencegah penularan COVID dari sisi kesehatan. Tapi dari sisi ekonomi perspektif yang lain belum tentu pihak perusahaan juga siap," jelasnya.
"Perlu dipahami dari pihak perusahaan sekarang mereka mengalami keterbatasan arus kas yang dimilikinya kalau dibilang mereka masih beroperasi dalam kondisi survival mode yang penting bertahan," lanjutnya.
Dia mengaku, kerja dari rumah atau work from home mendorong budaya kerja dengan memanfaatkan teknologi, sehingga mendorong efisiensi perusahaan.
"Tapi yang perlu diperhatikan bagaimana perusahaan tersebut juga dari perspektif industri tadi ketika memindahkan domisili perusahaan, melakukan perizinan dan lain sebagainya nggak bisa serta merta nggak usah ngantor. Ngantor sesuai domisili," ungkapnya.
Baca juga: Larangan Kantong Plastik Bisa Picu PHK? |
Sebelumnya, Ridwan Kamil menyerukan agar tidak usah ngantor lagi di Jakarta. Ia meminta masyarakat untuk ngantor di Jawa Barat karena lahannya indah bisa produktif.
"Kita lagi kampanye udah lah jangan ngantor di Jakarta lagi, ngantornya di Jawa Barat saja jauh dari penyakit, lahannya indah bisa produktif," kata pria yang akrab disapa kang Emil dalam acara MarkPlus Government Roundtable melalui virtual, Kamis (25/6/2020).
Trubus melanjutkan, pria yang akrab disapa Kang Emil itu perlu mencari jalan atau kesepakatan agar warganya tidak meninggalkan wilayahnya. Terpenting, katanya, Ridwan Kamil perlu melakukan pemerataan pembangunan sehingga orang tak perlu meninggalkan Jawa Barat untuk bekerja, khususnya ke Jakarta.
"Paling penting mengoptimalkan sumber daya masing-masing dengan anggaran yang sudah ada dari pemerintah digelontorkan supaya merata gimana sekarang. Pak Ridwan Kamil tugasnya membuat pembangunan itu merata supaya tidak terkosentrasi," ujarnya.
"Sekarang Jawa Barat sudah terkonsentrasi di wilayah penyangga Jakarta, Bogor, Bekasi, Depok ditambah Karawang, Cikarang," imbuhnya.
Dia mengatakan, ketimpangan di Jawa Barat sendiri terhitung tinggi. Ketimpangan itu semakin tinggi dengan masuk investor ke pusat-pusat manufaktur.
"Menurut saya ialah tugas Pak Ridwan Kamil supaya tidak ada ketimpangan, karena Jawa Barat ketimpangan sangat tinggi, pembangunan begitu pesat industri manufaktur dan jasa ditambah lagi pembangunan perkotaan dan banyak investor wilayah ini menyebabkan ketimpangannya sangat tinggi," ungkapnya.
Senada, Pengamat Kebijakan Publik Eko Sakapurnama menilai Pemprov Jawa Barat juga harus membuat sebuah ekosistem industri baru di sana. Hal itu sebagai upaya agar warga Jawa Barat tidak kerja di Jakarta. Meski, hal itu terbilang tidak mudah.
"Pemprov Jabar harus membuat ekosistem industri baru di lokasi Jawa Barat, bila masyarakatnya disarankan tidak perlu bekerja di Jakarta. Nah kondisi saat ini tidak mudah juga membuat pusat ekonomi baru tersebut," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio. Kunci dari masalah itu ialah penciptaan lapangan kerja.
"Ya buat lapangan kerja di Jabar lah sebanyak mungkin. Melarang kok nggak pakai solusi. Ya nggak akan sukses," ujarnya.
(acd/ara)