Perjalanan Perkara Grab hingga Didenda KPPU Rp 30 Miliar

Perjalanan Perkara Grab hingga Didenda KPPU Rp 30 Miliar

Trio Hamdani - detikFinance
Jumat, 03 Jul 2020 16:42 WIB
Grab Indonesia
Foto: Moch Prima Fauzi/detikcom
Jakarta -

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan sanksi kepada PT Solusi Transportasi Indonesia (GRAB) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI). Grab terkena denda Rp 30 miliar dan TPI sebesar 19 miliar.

Kedua perusahaan itu dianggap melanggar Pasal 14 dan Pasal 19 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Denda sebesar Rp 30 miliar kepada Grab ini terdiri dari Rp 7,5 miliar pelanggaran pasal 14 dan Rp 22,5 miliar atas pasal 19, sementara TPI dikenakan Rp 4 miliar dan Rp 15 miliar atas dua pasal tersebut.

Berdasarkan keterangan resmi KPPU, Jumat (3/7/2020), pembacaan keputusan dilakukan pada Kamis (2/7/2020) malam. Putusan pada kedua perusahaan ini adalah jasa angkutan sewa khusus yang berkaitan dengan penyediaan aplikasi piranti lunak Grab App yang diselenggarakan oleh wilayah Jabodetabek, Makassar, Medan, dan Surabaya.

Nah, bagaimana kronologi perkara yang menyeret Grab ke KPPU hingga akhirnya dijatuhi denda Rp 30 miliar. Berikut rangkuman dari berita-berita yang pernah ditampilkan detikcom

1. Awal Mula Perkara


PT TPI adalah perusahaan jasa penyewaan mobil yang bekerja sama dengan Grab Indonesia dalam menyelenggarakan program menyediakan kendaraan rental atau sewa dengan kesempatan memiliki mobil yang diberi nama program Gold Captain, Gold Star, Green Line dan Flexi Plus.

Masalah tersebut berawal dari laporan para pengemudi taksi online atau mitra individu Grab di Medan yang kemudian ditindaklanjuti KPPU. Para pengemudi itu tergabung dalam Organisasi Angkutan Sewa Khusus Indonesia (Oraski) Sumatera Utara (Sumut).

Ketua DPD Oraski Sumut David Siagian mengungkapkan, pihaknya melapor KPPU untuk menuntut keadilan. Sebab, order prioritas diberikan kepada mitra PT TPI. Hal itu menimbulkan perlakuan tak adil pada mitra individu.

"Kami laporkan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas dugaan adanya persaingan tidak sehat yang terjadi. Laporannya tahun lalu," ujar David Siagian dihubungi Selasa (8/10/2019).

David menjelaskan order prioritas yang diberikan oleh Grab kepada mitranya yang tergabung di PT TPI mengakibatkan penghasilan dari driver individu atau mitra mandiri menjadi berkurang secara signifikan.

Laporan yang disampaikan kepada KPPU Medan, lanjutnya, sudah ditindak lanjuti. Dari informasi yang mereka peroleh dari pihak KPPU, ditemukan adanya persaingan tidak sehat yang terjadi.

"KPPU telah menyidangkan kasus dugaan ini pada pada 24 September 2019 lalu di KPPU Jakarta. Setelah pelaporan dari kami, KPPU melakukan penyelidikan di beberapa kota. Diantaranya di Jakarta, Surabaya, dan Makasar. Jadi PT TPI ini sudah banyak beroperasi di beberapa kota selain di Sumatera Utara khususnya di Medan," bebernya.


2. Hotman Paris Turun Tangan

Pihak Grab dan TPI tak tinggal diam. Mereka menunjuk Hotman Paris Hutapea sebagai kuasa hukum. Saat memulai persidangan, Hotman meminta Ketua Majelis Komisi KPPU untuk mengganti Guntur Saragih sebagai Anggota Majelis Komisi. Alasannya, Guntur yang menjabat Komisioner KPPU telah memberikan keterangan dan dianggap memperkuat tuduhan.

"Oleh karenanya melalui Majelis Hakim, kami mohon Ketua Majelis Hakim agar disampaikan Ketua KPPU, agar Bapak Guntur Saragih diganti Anggota Majelis," jelas Hotman Paris dalam sidang di KPPU Jakarta, Selasa (8/10/2019) dalam sidang.

Hotman awalnya menerangkan, telah mendapat print out dari berbagai media yang isinya Guntur Saragih telah melakukan konferensi pers dan mengeluarkan pendapat. Padahal, Guntur merupakan Anggota Majelis sidang.

"Menurut ia, maksudnya Pak Guntur penunjukan Hotman Paris sebagai kuasa hukum oleh manajemen Grab dan TPI secara tidak langsung memperkuat tuduhan yang disematkan dua perusahaan selama ini sebagaimana pasal disangkakan," ungkapnya.

Hotman menambahkan, hal itu merupakan pelanggaran kode etik sebab dianggap telah memberikan putusan secara lisan.

Hotman meminta agar perkara yang melibatkan kliennya tidak masuk dalam perkara KPPU. Kemudian, tidak melanjutkan ke tahap pemeriksaan.

"Kami memohon majelis yaitu halaman 8 memutuskan uraian laporan perkara nomor 13 secara absolut bukan perkara KPPU atau setidak-tidaknya mohon mejelis memutus tidak layak untuk dilanjutkan ke pemeriksaan lanjutan," katanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Klik halaman selanjutnya poin 3 dan 4.

3. Hotman Paris Minta Perkara Tak Dilanjutkan

Hotman Paris meminta agar perkara yang melibatkan kliennya tidak masuk dalam perkara KPPU. Kemudian, tidak melanjutkan ke tahap pemeriksaan.

"Kami memohon majelis yaitu halaman 8 memutuskan uraian laporan perkara nomor 13 secara absolut bukan perkara KPPU atau setidak-tidaknya mohon mejelis memutus tidak layak untuk dilanjutkan ke pemeriksaan lanjutan," katanya.

Hotman pun memaparkan sejumlah alasan yang ia bacakan dalam eksepsinya. Di antaranya, temuan tim investigator hanya menguraikan masalah yang sifatnya privat, ruang lingkup sempit dan bersifat perdata.

Lanjut Hotman, tim investigator dalam laporannya tidak menguraikan kepentingan umum yang dilanggar, praktik monopoli, dan masalah persaingan.

"Tim investigator sama sekali dalam laporannya tidak menguraikan adanya kepentingan umum yang dilanggar, tidak menguraikan praktik monopoli, tidak menguraikan persaingan, ini yang paling penting. Persidangan antara siapa dengan siapa? Go-Jek sama Bluebird tidak pernah protes," jelas Hotman dalam sidang di KPPU Jakarta, Selasa (8/10/2019).

Bukan hanya itu, tim investigator tidak menyampaikan dampaknya terhadap para pesaing, dampak ekonomi, dan tidak menunjukkan adanya penguasaan pasar.

Tak berhenti di situ, Hotman juga menyoroti saksi yang dipakai oleh tim investigator. Sebab, saksi-saksi itu kini bermasalah dengan hukum.


4. Sidang Berlanjut, Grab Didenda

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan sanksi kepada PT Solusi Transportasi Indonesia (GRAB) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI). Grab terkena denda Rp 30 miliar dan TPI sebesar 19 miliar.

Majelis Komisi menilai tidak adanya upaya tying-in yang dilakukan Grab terhadap jasa yang diberikan oleh TPI. Namun demikian Majelis menilai telah terjadi praktik diskriminasi yang dilakukan oleh Grab dan TPI atas mitra individu dibandingkan mitra TPI, seperti pemberian order prioritas, masa suspend, dan fasilitas lainnya.

Praktik tersebut telah mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terhadap mitra non-TPI dan mitra individu.

Memperhatikan berbagai fakta dan temuan dalam persidangan Majelis Komisi memutuskan bahwa Grab dan TPI terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 14 dan 19 huruf "d", namun tidak terbukti melanggar Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi menjatuhkan sanksi denda kepada Grab sebesar Rp 7,5 miliar untuk pelanggaran Pasal 14 dan Rp 22,5 miliar untuk pelanggaran Pasal 19 huruf "d". Sementara TPI dikenakan sanksi denda sebesar Rp 4 miliar atas pelanggaran Pasal 14 dan Rp 15 miliar untuk pelanggaran Pasal 19 huruf "d".

"Majelis Komisi juga memerintahkan agar para terlapor melakukan pembayaran denda paling lambat 30 hari setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap," bunyi keterangan KPPU.

Secara khusus, Majelis Komisi juga merekomendasikan kepada KPPU untuk memberikan saran pertimbangan kepada Kementerian Perhubungan untuk melakukan evaluasi terkait implementasi kebijakan kuota angkutan sewa khusus kepada Kementerian UMKM dan Koperasi untuk melakukan advokasi kepada pengemudi yang tergolong UMKM terkait dengan pelaksanaan perjanjian antara pengemudi dengan perusahaan penyedia aplikasi, dan perjanjian antara pengemudi dengan perusahaan angkutan sewa khusus.



Simak Video "Video: Grab Bantah Potong Komisi Mitra Lebih dari 20 Persen"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads