Sudah Sampai Mana Pembahasan Omnibus Law?

Sudah Sampai Mana Pembahasan Omnibus Law?

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 14 Jul 2020 19:35 WIB
Omnibus Law Cipta Kerja
Foto: Omnibus Law Cipta Kerja (Tim Infografis Fuad Hasim)
Jakarta -

Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law saat ini sedang dalam pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Namun sepertinya pembahasan ini masih jauh dari kata selesai.

Wakil Ketua Komisi IX dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nihayatul Wafiroh mengatakan pembahasan RUU Omnibus Law baru sampai klaster 3 yang pembahasannya tentang peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha.

"Ini RUU masih sangat awal sekali dibahas, masih klaster 3 dari 15 klaster. Jadi masih ada 12 klaster, jadi belum pada klaster ketenagakerjaan, masih pada klaster perizinan berusaha," kata Nihayatul saat webinar, Selasa (14/7/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski pembahasan tentang Ketenagakerjaan ditunda, dia menyebut tetap membuka masukan dari berbagai pihak. Jika dirasa ada pihak yang dirugikan dari poin tersebut, maka akan dihapus dari RUU itu.

"Jadi sekarang pun juga ada yang perlu dibahas, yang mau memberi masukan silakan datang ke Baleg untuk memberi masukan-masukan tersebut. Jadi bukan berarti klaster ketenagakerjaan ini tidak dibahas, memang itu akan dibahas nanti sambil mendengar masukan dari masyarakat dan tentu dari DPR akan melihat betul satu per satu klaster mana yang dianggap merugikan terutama dari pekerja," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Nihayatul menyebut proses pembahasan ini akan membutuhkan waktu yang panjang mengingat ada 1.200 pasal yang harus dipelajari dalam 15 klaster, juga ada 10.000 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

"Kalau Presiden minta Agustus selesai memang betul-betul kerja luar biasa yang harus dilakukan oleh DPR untuk membahas 10.000 DIM. Saya tidak bisa membayangi 10.000 itu harus dibaca semua satu per satu dan klasternya ada 15," ucapnya.

Saking banyaknya, Nihayatul menyebut tidak semua DPR paham betul dengan isi RUU itu. Bahkan dia sempat meminta agar pembahasan RUU Omnibus Law ini ditinjau ulang karena ada beberapa kata yang dianggap tidak pas.

"Kita tahu betul bahwa tidak seluruh anggota DPR paham betul dengan RUU ini karena luar biasa banyak sekali 1.200. Kita kalau di fraksi membuka satu per satu, kata per kata itu luar biasa sekali. Memang saya sempat waktu itu meminta RUU ini untuk ditinjau ulang karena dari beberapa katanya banyak yang tidak pas oleh sebab itu masukan dari masyarakat tentu sangat dibutuhkan," ujarnya.

Pemerintah tetap ngotot melanjutkan penyelesaian RUU Omnibus Law yang saat ini sedang dalam pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Meskipun RUU tersebut sudah mendapat penolakan sejak awal khususnya soal klaster Ketenagakerjaan dari para serikat buruh.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan alasannya mengapa pemerintah tetap ngotot melanjutkan RUU Omnibus Law. Pertama, Indonesia dinilai terlalu banyak aturan hingga membuatnya kalah dalam berkompetisi dengan negara lain.

"Indonesia saat ini itu over regulated, terlalu banyak aturan, terlalu tumpang tindih. Aturan, kewenangan, ada banyak pusat, kementerian, lembaga, itu yang membuat pemerintahan siappun itu kesulitan bergerak karena kita mengalami semacam obesitas. Jadi kita butuh diet, butuh perampingan, butuh olahraga, supaya kita bisa lebih ramping dan bisa bergerak gesit kira-kira," kata Yustinus dalam webinar, Selasa (14/7/2020).

Kedua, RUU Cipta Kerja diklaim akan memudahkan pelaku UKM untuk mendapat izin berusaha. Sebab tidak semua hal perlu berizin saat ada RUU itu nanti.

"Yang tidak perlu izin nggak perlu izin, ini sangat membantu pelaku UKM. Dalam RUU Cipta Kerja tidak semua hal perlu izin, cukup sektor yang berisiko. Mereka cukup memberi tahu 'saya berusaha, saya berbisnis', meregistrasikan itu cukup. Jadi ada simplifikasi aturan, ada simplifikasi prosedur yang bagus," imbuhnya.

Ketiga, UKM juga boleh membuat PT perseorangan supaya dia bisa mengakses pada modal. Ada kewajiban pemerintah menyiapkan dengan prasyarat, prakondisi, supaya UMKM bisa berkompetisi dan aturan main lain," tambahnya.

Terakhir, Yustinus bilang, jika para buruh membaca dengan jeli RUU Cipta Kerja ada hal yang sudah dipertimbangkan dengan matang yang tentunya sudah memperhitungkan berbagai hal.

"Terlepas ada kelemahannya meskipun misalnya betul ada outsourcing tapi itu bisa didiskusikan. Saya rasa sejauh mana batas-batas hak dan tanggung jawab diatur. Lalu meskipun pesangon diperkecil, persentase, tetapi ada uang penghargaan. Kerentanan pekerjaan juga bisa didiskusikan di sini, saya tidak mengatakan harus pro atau kontra tapi seharusnya bisa sehat," ujarnya.



Simak Video "Video: Kementerian Kebudayaan Minta DPR Dukung Pembuatan RUU Omnibus Law"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads