Ada Aset Tanah dan Kendaraan 'Nganggur' Rp 3 T di PUPR

Ada Aset Tanah dan Kendaraan 'Nganggur' Rp 3 T di PUPR

Vadhia Lidyana - detikFinance
Rabu, 15 Jul 2020 13:56 WIB
gedung kantor kementerian pupr
Foto: Herdi Alif Al Hikam/detikFinance
Jakarta -

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan aset-aset tanah dan kendaraan bermotor tanpa kelengkapan surat-surat dengan total senilai Rp 3 triliun di Kementerian PUPR. Temuan tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Kementerian PUPR tahun 2018.

Temuan itu diungkapkan oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sendiri dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR RI. Dalam paparannya, Basuki menjelaskan penyebab dibalik gagalnya Kementerian PUPR memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada laporan keuangan tahun 2018, dan akhirnya hanya memperoleh wajar dengan pengecualian (WDP).

"Aset tetap berupa tanah dan kendaraan bermotor Rp 3 triliun pada 30 satuan kerja belum didukung dengan bukti kepemilikan berupa sertifikat dan BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor)," kata Basuki di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (15/7/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Basuki mengatakan, baik tanah maupun kendaraan tersebut merupakan aset-aset lama yang sebagian besar milik organisasi yang sudah dibubarkan.

"Ini bangunan-bangunan lama, kendaraan-kendaraan lama yang administrasinya sudah banyak berganti administrasi, organisasinya sudah dibubarkan, dan sebagainya," ungkap dia.

ADVERTISEMENT

Namun, pihaknya masih terus menelusuri terkait kelengkapan administrasi dari aset-adet senilai triliunan rupiah tersebut. "Jadi masih ditelusuri terus," tuturnya.

Selain temuan itu, BPK juga menemukan adanya kelebihan bayar dalam beberapa pekerjaan atau program kerja di Kementerian PUPR. Salah satunya di belanja barang.

"Pelaksanaan belanja barang tahun 2018 belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Terdapat kelebihan pembayaran senilai Rp 2 miliar di Direktorat Jenderal Bina Marga," papar Basuki.

"Kemudian kelebihan pembayaran atas belanja barang yang belum selesai dikerjakan pada tahun 2018. Ini biasanya kita pakai PMK, tahun anggaran. Ada dasar hukumnya berdasarkan PMK," sambung dia.

Ada juga temuan kesalahan penganggaran belanja modal senilai Rp 3 triliun. Lalu, kelebihan pembayaran atas realisasi belanja modal senilai Rp 52 miliar.

Serta realisasi belanja modal belum didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah minimal senilai Rp 217 miliar.


Hide Ads