Meneri Kesehatan Terawan Agus Putranto kali ini kena kritikan anggota Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) gara-gara kinerja serapan anggaran kesehatan dalam penanggulangan COVID-19 masih rendah.
Jauh sebelum anggota Banggar DPR melontarkan kritikan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyinggungnya pada saat sidang kabinet paripurna pada akhir Juni 2020.
Penyerapan anggaran kesehatan pada program penanggulangan COVID-19 memang masih rendah. Tercatat baru 5,12% atau setara Rp 4,48 triliun dari total anggaran sebesar Rp 87,55 triliun. Realisasi itu naik tipis dari posisi pada bulan Juni yang sebesar Rp 4,09 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pimpinan rapat Banggar DPR RI, Said Abdullah mengatakan realisasi serapan anggaran kesehatan ramai dibahas lantaran tidak sesuai ekspektasi.
"Pertama penanganan COVID-19, dan ramainya serapan anggaran yang rendah. Pada saat yang sama muncul dari Komisi IX karena lemahnya koordinasi antara Gugus Tugas dan Kemenkes," kata Said di ruang rapat Banggar DPR, Jakarta, Rabu (15/7/2020).
Said juga menyampaikan tindakan 'nakal' rumah sakit (RS) di masa pandemi virus Corona. Dia mencontohkan ada masyarakat yang terkena diabetes selama tiga tahun, namun setelah meninggal dunia dinyatakan karena COVID-19.
"Telisik punya telisik kalau dinyatakan COVID anggarannya lebih besar," ujarnya.
Oleh karena itu, dirinya meminta Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menjelaskan permasalahan yang terjadi di lapangan.
Menanggapi itu, Terawan menjelaskan ada perbedaan sudut pandang saat melihat kinerja serapan anggaran kesehatan dalam penanganan COVID-19. Dia mencontohkan, seperti pembayaran jasa rumah sakit dan santunan untuk tenaga kesehatan (nakes).
"Kalau penyerapannya kurang kan berarti pasiennya kurang, sedikit. Santunan tenaga medis juga kalau penyerapannya kurang berarti yang meninggal sedikit. Ini yang agak berbeda," kata Terawan di ruang rapat Banggar DPR RI, Jakarta, Rabu (15/7/2020).
Dia menjelaskan, anggaran kesehatan dalam penanganan COVID-19 ini terbagi menjadi dua yaitu di pusat dan daerah. Dengan begitu, penyerapannya pun harus akuntabel dan sangat hati-hati.
"Kita juga hati-hati sekali, karena kita menyangkut moral hazard yang kami pegang teguh," jelasnya.
Dia berjanji dalam waktu dekat akan menggenjot penyerapan anggaran insentif bagi nakes. Proses penyerapannya pun tetap mengutamakan akuntabilitas. Lebih lanjut Terawan memaparkan, sebanyak Rp 1,9 triliun merupakan insentif tenaga kesehatan yang telah diverifikasi Kementerian Kesehatan atau pusat, sedangkan Rp 3,7 triliun diverifikasi oleh daerah.
"Kami berjuang agar penyerapan bisa terserap dengan baik, tapi enggak ingin lepas efektivitas anggaran yang terserap," ungkapnya.
(hek/eds)