Ia menilai, pembahasan RUU ini berjalan tidak transparan, dan masih banyak bab-bab yang belum dijelaskan tujuannya.
"Pemerintah dan DPR nampaknya benar-benar berniat membajak otoritas rakyat melalui politik legislasi yang tidak transparan dan akuntabel. Pembahasan RUU ini berpotensi berimplikasi besar terhadap regulasi penanaman modal, kehutanan, rezim perizinan bisnis berskala besar di sektor tambang dan perkebunan, nasib tenaga kerja, hingga relasi pemerintah pusat-daerah ini, seolah sengaja dijaga di dalam 'ruang gelap' kekuasaan," tutur Umam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dihubungi secara terpisah, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio pun mempertanyakan serikat pekerja mana yang diklaim pemerintah sudah diajak bicara.
"Kalau dibilang sudah tripartit dengan buruh, buruh yang mana? Organisasi buruh itu kan banyak. Agendanya juga banyak. Ada yang pengin jadi anggota DPR, macam-macam. Jadi yang mana? Makanya jangan buru-buru. Karena kan organisasi buruh banyak sekali. Nah ini yang mana yang diajak bicara? Apakah dia real mewakili buruh untuk kepentingan buruh, atau untuk kepentingan masuk ke legislatif, masuk ke eksekutif, kita nggak tahu," jelas Agus kepada detikcom.
Ia pun meminta pemerintah dan DPR tak terburu-buru menyelesaikan RUU ini. Apalagi, melihat tekanan pandemi Corona pada perekonomian global, ia tak yakin ketika RUU ini disahkan maka investasi bisa langsung masuk.
"Itu kan ide dari Presiden melihat bahwa iklim investasi kita itu kan susah, bertele-tele dan koruptif, sehingga investor enggan datang ke Indonesia, maka muncul lah Omnibus Law ini," imbuh Agus.
"Apa iya kalau diselesaikan tahun ini, lalu tahun depan investasi masuk? Kan semua lagi resesi di dunia. Artinya apa? Tenang saja dulu dikerjakan. Kalau nanti sampai tahun depan ya nggak apa-apalah, yang penting kan jangan Omnibus Law ini jadi persoalan baru lagi," sambung Agus.
Simak Video "Sederet Ancaman Buruh Jika Omnibus Law Tak Juga Dicabut"
[Gambas:Video 20detik]
(upl/upl)