Peneliti INDEF Rusli Abdullah mengungkapkan urban farming masih berpeluang besar untuk berkembang. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan urban farming ini.
Misalnya melakukan sinergi dengan petani konvensional yang ada di pedesaan. Seperti petani konvensional menyediakan benih atau bibit dan urban farming membeli bibit tersebut.
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi masalah dalam pengembangan urban farming. Dia menyebutkan urban farming di Indonesia ini mulai ramai ketika pandemi beberapa waktu terakhir.
Banyak masyarakat yang ingin menghabiskan waktu atau mengusir stres dengan cara berkebun. Selain itu kesadaran untuk hidup sehat dengan mengonsumsi buah-buahan dan sayuran juga menjadi potensi besar untuk urban farming ini.
"Sekarang banyak masyarakat yang aware dengan gaya hidup sehat, urban farming ini bisa jadi solusi karena biasanya bebas pestisida dan dekat dengan lingkungan mereka," kata Rusli saat dihubungi detikcom akhir pekan ini.
Dia mengungkapkan untuk program urban farming ini memang belum ada perhatian khusus dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian. Karena memang tidak sebesar lahan pertanian konvensional dan beda target bidikan.
"Urban farming itu kan muncul karena keterbatasan lahan dan membuat pembeli dan petani menjadi lebih dekat. Karena itu dibutuhkan dukungan dan koordinasi dari pemerintah untuk meningkatkan potensi yang besar ini," jelas dia.
Rusli mengungkapkan, Kementan bisa menjembatani kegiatan ini untuk para petani di pedesaan yang memiliki lahan minimal. Jadi petani di desa bisa mengadopsi teknik urban farming di daerah, sehingga bisa tetap menghasilkan secara maksimal.
"Selain itu, teknik pertanian urban ini juga bisa jadi salah satu penarik minat anak muda untuk bertani. Selama ini kan anak muda tidak mau bertani karena imejnya capek, panas. Tapi kan kalau pakai hidroponik bisa lebih mudah," jelas dia.
Simak Video "Video: Singa Lepas dari Kebun Binatang di Turki Serang Petani"
[Gambas:Video 20detik]
(kil/eds)