Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan jika kebijakan itu dipaksakan maka pengguna kendaraan roda dua akan beralih ke transportasi publik.
Masalahnya dengan keterbatasan daya angkut kendaraan umum akan menyebabkan penumpukan orang yang mana itu kontradiktif dengan upaya menekan penyebaran virus Corona (COVID-19) melalui jaga jarak fisik (physical distancing).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ganjil genap itu kan awalnya untuk mengurangi kepadatan lalu lintas, dan meningkatkan orang menggunakan angkutan umum, itu awalnya. Terus ketika COVID kan dipakai supaya orang tidak bepergian, mengurangi orang bepergian, dan tentu juga mengurangi kepadatan di angkutan umum. Jadi kegunaannya bertolak belakang sudah," katanya.
Oleh karenanya dia menyebut kebijakan yang diatur dalam Pergub Nomor 80 Tahun 2020 tentang pelaksanaan PSBB transisi menuju new normal, itu merupakan kebijakan bingung.
"Jadi itu keluar dari kebijakan aslinya, aslinya untuk membatasi kendaraan dan meningkatkan penggunaan angkutan umum, menjadi membatasi orang keluar dan mengurangi orang naik angkutan umum kan. Nah itu kebijakan bingung namanya. Jadi nggak jelas, dari sisi kebijakannya nggak jelas," ujarnya.
Dia menyatakan jumlah armada angkutan umum masih kurang. Kalau kebijakan ganjil genap motor mau dipaksakan menurutnya tranportasi publiknya harus diperbanyak.
"Kalau mau dipaksakan, transportasi publiknya diperbanyak. Nanti Anda tanya, nanti orang tambah banyak? ya itu risikonya. Makanya mengeluarkan kebijakan itu harus jelas, tidak berdiri sendiri," tambahnya.
Pengusaha pun ikut dilema soal kebijakan tersebut. Baca di halaman selanjutnya.
Simak Video "Video: Catat! Ganjil-Genap di Puncak Bogor Berlaku hingga 5 Januari"
[Gambas:Video 20detik]