Pro dan kontra terhadap Omnibus Law Cipta Kerja masih berlanjut. Informasi tidak utuh yang berkembang di masyarakat menyebabkan muatan RUU ini diterjemahkan tidak sebagaimana mestinya.
Kementerian ATR/BPN merupakan salah satu instansi yang terlibat dalam penyusunan RUU Cipta Kerja sehingga wajib meluruskan informasi-informasi. Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil menilai adanya penolakan disebabkan oleh dua hal. Yaitu ketidaktahuan dan kepentingannya terganggu.
"Ada dua penyebab penolakan (Omnibus Law) RUU cipta kerja ini, yang pertama karena tidak tahu isi RUU ini, dan yang kedua karena kepentingannya terganggu," ujar Sofyan seperti yang dikutip dari keterangan resminya, Jakarta, Rabu (26/8/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu diungkapkannya saat memberikan penjelasan tentang Omnibus Law Cipta Kerja kepada civitas academica Universitas Sembilan Belas November Kolaka, Selasa (25/08). Pada diskusi virtual ini, Sofyan menjelaskan bahwa pemerintah menginisiasi peraturan ini untuk menyederhanakan regulasi.
"Negara kita tidak bisa bertumbuh cepat karena terlalu banyak aturan, RUU ini menyederhanakan 79 undang-undang, 1.203 pasal," katanya.
"Barangkali ada yang pernah mendengar (Omnibus Law) RUU Cipta Kerja ini pro pengusaha besar, itu tidak benar sama sekali. RUU ini diciptakan pemerintah untuk menyederhanakan izin, sehingga yang kecil-kecil bisa membuka usaha dengan mudah, ekonomi dapat bertumbuh. Saya yakin ini sangat bermanfaat, mahasiswa yang lulus akan mudah mendapat pekerjaan, pelaku UMKM akan mudah membuka usaha," tambahnya.
Simak Video "Video: Kementerian Kebudayaan Minta DPR Dukung Pembuatan RUU Omnibus Law"
[Gambas:Video 20detik]