Jakarta -
Industri sawit di Indonesia punya banyak cara untuk meningkatkan daya saing. Salah satu yang dinilai paling efektif adalah dengan program kemitraan antara perusahaan dan petani sawit.
Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat ME Manurung mengatakan dengan adanya kemitraan, pola produksi dan manajemen sawit bisa lebih tertata. Selain itu, akan memicu pertumbuhan ekonomi.
"Kemitraan sangat dibutuhkan petani sawit. Karena tujuannya memberikan kepastian, nilai tambah bagi yang bermitra, pertumbuhan ekonomi, pemerataan serta pemberdayaan masyarakat serta usaha kecil," ujar Gulat ME Manurung dalam keterangannya, Senin (31/8/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikatakan Gulat, kelembagaan petani perlu diperkuat dan ditingkatkan peranannya. Melalui kelembagaan yang baik lebih mudah membangun kemitraan sinergis antara perusahaan dan petani. "Model kemitraan dapat diperluas lagi untuk masa kini. Jangan lagi, polanya sebatas kerjasama untuk suplai buah sawit ke pabrik," tambah Gulat yang juga auditor ISPO ini.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono mengatakan, perusahaan dan petani tidak dapat dipisahkan dalam pemenuhan rantai pasok sawit. Bila ada hambatan dalam rantai pasok maka industri akan terdampak.
"Kemitraan menjadi keniscayaan. Hal ini disebabkan adanya tuntutan industri sawit harus semakin kompetitif di pasar global. Di antara komoditas lain, kemitraan petani dengan perusahaan sawit menjadi contoh paling ideal," jelas Joko.
Berkaitan rantai pasok industri sawit, Joko mengingatkan bahwa rantai pasok seharusnya menjadi kepentingan bersama. Langkah ini perlu dilakukan sehingga industri sawit harus mampu bersaing di pasar global maka harus kuat dan berdaya saing secara global.
Kasubdit Pemasaran Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian Normansyah Syahrudin,Phd, menambahkan, pemerintah telah mengatur pola kemitraan perusahan dan petani melalui Permentan Nomor 01 tahun 2018 mengenai Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun. Aturan ini telah mengatur definisi pekebun dan kemitraan dalam peraturan sehingga lebih bisa dipahami semua pihak.
"Intinya, aturan Permentan nomor 01 ini difokuskan kepada pembelian harga TBS sesuai ketetapan tim provinsi tiap bulan. Maka kelembagaan petani harus bermitra dengan pabrik sawit. Jadi saya ingin meluruskan, permentan ini dinilai hanya ditujukan kepada petani plasma. Padahal, tidak seperti itu karena bisa dipakai petani swadaya asalkan bekerjasama dengan pabrik. Dengan begitu, akan menerima harga sesuai ketetapan tim harga TBS di masing-masing provinsi," ujar Normansyah.
Permentan ini juga telah mengatur aspek kemitraan dalam pembelian harga TBS yang meliputi kerjasama saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung jawab, serta saling memperkuat dan saling ketergantungan antara perusahaan perkebunan dengan pekebun. "Namun juga sering terjadi, baik petani dan pabrik tidak mematuhi perjanjian kerjasama tersebut. Secara regulasi, kemitraan telah diatur untuk saling menguntungkan dan bertanggung jawab," jelasnya.
Dikatakan Normansyah, pihaknya juga telah membuat petunjuk teknis kemitraan yaitu Perusahaan perkebunan menerima TBS yang dikirimkan lembaga mitra dan lembaga mitra wajib mengirimkan TBS ke PKS mitra. Dengan jangka waktu kemitraan paling singkat 10 tahun untuk menjamin hubungan kemitraan yang berkelanjutan.
Plt. Direktur Kemitraan BPDP-KS mengatakan, ada kesamaan pandangan antara BPDP-KS dengan petani berkaitan persoalan yang mereka hadapi seperti akses pasar. Keinginan petani naik kelas seperti dikatakan Ketua Umum DPP APKASINDO dapat dibarengi melalui kemampuan tidak sebatas menjual buah sawit.
"Untuk itu, mari kita dorong dan bantu membantu petani untuk mampu mengolah TBS menjadi CPO. Ini dapat dilakukan dan dananya ada," jelas Ferrian.