Selain itu, dari total petani miskin atau gurem juga lebih banyak di Jawa. Ia pun mendesak pemerintah untuk lebih mempertimbangkan proyek ini.
"Kalau petani gurem di Jawa nggak dikasih bantuan, apakah nggaK bahaya? Jadi kalau menurut saya kalau memang isunya ingin menaikkan produksi beras, kenapa nggak kita di perbaiki di Jawa, Sumatera, dan Papua khususnya petani gurem. Sehingga petani eksisting ini dibantu," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbeda dengan ketiga pakar tersebut, Prasetyantoko justru memberikan saran kepada pemerintah untuk segera melakukan transformasi ekonomi sebagai hikmah dari kehidupan normal baru akibat pandemi COVID-19 ini. Pasalnya, ia meyakini pasca-pandemi perekonomian global akan mengalami perubahan yang cukup signifikan.
"Dengan adanya perpindahan atau shifting ekonomi yang akan tumbuh di sektor-sektor yang punya basis teknologi. Perlu dilihat lagi, aspek lingkungan dan digital perlu dielaborasi lebih jauh, dan punya kebijakan teknologi, inklusi keuangan dalam konteks perubahan yang terjadi," urai Prasetyantoko.
Ia juga menyarankan agar pemerintah fokus untuk membangun industri ramah lingkungan, seperti mobil listrik.
"Perlu ada narasi bangun industri ramah lingkungan. Indonesia punya potensi electric car dengan potensi produksi nikel, dan kita adalah terbesar. Investasi baterai listrik perlu diperhitungkan dan ada BUMN di situ," pungkas dia.
Simak Video "Video: BI Sebut Daya Tahan Ekonomi RI Lebih Tinggi Dibanding AS-China"
[Gambas:Video 20detik]
(fdl/fdl)