Kalangan pengusaha meminta pemerintah untuk menjaga kondisi perekonomian nasional yang saat ini sudah berada di jurang resesi. Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono mengungkapkan saat ini resesi adalah kondisi yang memang harus dilalui oleh seluruh negara termasuk Indonesia.
Namun pemerintah juga harus tetap memperhatikan perekonomian nasional yang saat ini masih tertekan.
"Ekonomi harus dijaga jangan sampai menuju krisis dan jangan sampai depresi ekonomi. Harus berusaha untuk menghentikan penurunan itu supaya bisa kembali ke atas," kata Sutrisno dalam diskusi online, Senin (7/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan saat ini memang kondisi dunia usaha sudah babak belur, terutama dunia pariwisata lebih spesifik perhotelan dan restoran. Dia menyebut ada sekitar 30 ribu hotel yang terdampak COVID-19 ini okupansinya hanya 5-15%. Kemudian restoran yang terdampak tak ada pembeli, maka restoran juga tidak bisa membeli sayur dan buah-buahan.
"Suppliernya juga mandek dan ini butuh perbaikan," jelas dia.
Sutrisno menyampaikan saat ini memang kebijakan yang diambil oleh pemerintah sudah cukup banyak namun belum maksimal membantu dunia usaha.
"Seharusnya juga ada transmisi bagaimana untuk mempercepat bantuan ini," ujarnya.
Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan kondisi ekonomi nasional saat ini banyak membuat orang terkecoh. Pasalnya dalam situasi sekarang indeks harga saham gabungan (IHSG) di atas 5.000 dan rupiah tidak melemah.
Menurut dia ini bukanlah sebuah keberhasilan namun ini adalah hal semu. Misalnya dengan anjloknya harga saham ini yang dinilai murah oleh masyarakat seharusnya menjadi kewaspadaan adanya depresi.
Kemudian cadangan devisa Indonesia yang terus meningkat bukan karena prestasi pemerintah, namun hal ini terjadi karena pemerintah rajin menerbitkan surat berharga negara (SBN) untuk menutup defisit anggaran.
"Ini dianggap kesuksesan padahal ini semua karena pemerintah untuk menutup defisit anggaran. Kalau terjadi shock ekonomi gampang banget sektor keuangan kena," jelas dia.
(kil/dna)