Kawasan Jabodetabek hingga Cianjur Mau Dirombak, Jadi Seperti Apa?

Kawasan Jabodetabek hingga Cianjur Mau Dirombak, Jadi Seperti Apa?

Soraya Novika - detikFinance
Rabu, 09 Sep 2020 12:02 WIB
Libur Natal dan Tahun Baru dimanfaatkan sebagian warga Jabodetabek untuk keluar kota menggunakan kendaraan pribadi maupun bus. Tol Jakarta-Cikampek pun macet.
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -

April 2020 lalu, Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi Puncak dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur). Dengan Perpres ini, pemerintah ingin mengatur Rencana Tata Ruang kawasan perkotaan yang dirasa perlu perbaikan karena sudah 12 tahun tak diubah.

Lalu, akan jadi seperti apa Jabodetabek-Punjur setelah disahkannya beleid tersebut?

Sebelumnya, pada sebuah konferensi pers, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil menjelaskan maksud dan tujuan pemerintah menerbitkan beleid tersebut. Melalui Perpres ini, pemerintah ingin peran Jabodetabek-Punjur sebagai pusat kegiatan perekonomian berskala internasional, nasional, maupun regional yang terintegrasi antara satu kawasan dan kawasan lainnya, berbasis daya dukung lingkungan dan memiliki keterpaduan dalam pengelolaan kawasan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Maka Perpres ini diharapkan akan mengoreksi kelemahan-kelemahan yang ada selama ini sehingga penataan wilayah Jabodetabek-Punjur menjadi lebih efektif di masa yang akan datang," ujar Sofyan dalam konferensi pers virtual, di Jakarta Jumat (12/6/2020).

Sederhananya, pemerintah punya cita-cita besar membenahi segala permasalahan yang dihadapi oleh kawasan ini, agar ke depan kawasan ini bisa disandingkan dengan kota metropolitan di negara-negara maju lainnya.

ADVERTISEMENT

"Intinya agar pembenahan di kawasan megapolitan Jakarta (istilah lain untuk Jabodetabek-Punjur) lebih efektif dan terintegrasi, sebagaimana layaknya pembangunan di metropolitan-metropolitan dunia," kata Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN, Wisnubroto Sarosa kepada detikcom, Rabu (9/9/2020).

Adapun kelemahan-kelemahan atau masalah yang hendak dibenahi lewat perpres ini adalah terkait beberapa isu strategis yang selama ini tak terselesaikan dengan baik. Salah satunya terkait masalah penanganan banjir.

"Penanganan megapolitan Jakarta (istilah lain untuk Jabodetabek-Punjur) tidak bisa hanya dilakukan oleh BKSP (badan kerjasama pembangunan) Jabodetabek yang merupakan forum koordinasi 3 Gubernur, karena pengelolaan kawasan tersebut perlu melibatkan pemerintah pusat. Contoh kasus banjir awal 2020 terdapat perbedaan persepsi antara Gubernur DKI dengan Menteri PUPR, padahal 49% anggaran penanganan banjir ada di (Pemprov) DKI Jakarta," ucapnya.

Isu strategis lainnya yang perlu dibenahi dari kawasan ini adalah masalah kemacetan.

"Selain itu, telah dibentuk BPTJ/Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek, melalui Perpres, yang menangani masalah transportasi dan kemacetan, yang sebagian besar ditangani dengan anggaran pemerintah pusat," sambungnya.

Lalu, isu strategis lainnya yang perlu dibenahi dari kawasan ini adalah terkait sampah dan sanitasi.

"Masalah persampahan juga dihadapi oleh semua pemerintah daerah kabupaten/kota, bukan hanya Jakarta yang perlu penanganan secara terintegrasi. Pemerintah pusat mengupayakan ada pihak swasta terlibat dalam penanganan sampah, bukan hanya untuk Bantargebang dan Sunter di DKI saja," tambahnya.

Selanjutnya, terkait peraturan antar pemerintah daerah mulai dari kawasan hilir dan hulu yang dianggap masih sangat berantakan.

"Perlu adanya terobosan-terobosan peraturan, misalnya terkait transfer anggaran dari pemda di kawasan hilir (Jakarta, Bekasi, Tangerang) ke pemda di kawasan hulu (Bogor, Cianjur, Lebak), yang perlu diatur melalui peraturan Menteri Keuangan dan/atau Mendagri," tuturnya.

Hal lain terkait harmonisasi dan sinkronisasi program seperti untuk masalah pembebasan lahan.

"Perlu adanya harmonisasi dan sinkronisasi program, anggaran dan kegiatan antara pusat dan daerah serta antarpemda (misal Kementerian PUPR sudah menyiapkan anggaran untuk normalisasi sungai tapi tidak diikuti dengan pembenahan drainase atau pembebasan lahan yang menjadi kewenangan/tugas pemda," paparnya.

Terakhir, isu strategis lainnya terkait pembenahan kawasan kumuh dan bangunan ilegal juga masalah ketersediaan air bersih.

(fdl/fdl)

Hide Ads