Bukan Pertama Kalinya Ekonomi Dunia Babak Belur Dihantam Pandemi

Bukan Pertama Kalinya Ekonomi Dunia Babak Belur Dihantam Pandemi

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Minggu, 13 Sep 2020 22:46 WIB
Report on the Influenza Epidemic in Netherlands-Indie 1918, dalam Mededeelingen van Burgerlijken Geneeskundigen Dienst (MBGD) 1920 (Dok. koleksi Syefri Luwis)
Foto: 'Report on the Influenza Epidemic in Netherlands-Indie 1918, dalam Mededeelingen van Burgerlijken Geneeskundigen Dienst (MBGD) 1920' (Dok. koleksi Syefri Luwis)
Jakarta -

Pandemi yang terjadi di dunia memang turut mempengaruhi sistem perekonomian global dan menekan ekonomi seluruh negara. Hal ini karena pandemi memaksa manusia untuk membatasi interaksi diri dengan orang lain demi menekan penyebaran virus.

Jauh sebelum pandemi COVID-19 saat ini, ekonomi dunia juga pernah babak belur dihantam pandemi Flu Spanyol sekitar 1918. Mengutip laporan yang disusun oleh Ally Mintzer di econreview.berkeley.edu, akibat Flu Spanyol kala itu juga memaksa negara-negara dunia melakukan pembatasan yang mempengaruhi pola konsumsi masyarakat dan dunia usaha sehingga roda perekonomian bergerak lambat atau bahkan dihentikan sementara.

Kejadian di tahun 1918 ini merupakan yang terparah dalam sejarah Amerika Serikat (AS) karena merenggut ratusan ribu nyawa atau setara dengan 0,8% populasi penduduk di AS. Selain itu flu ini juga terjadi berbarengan dengan Perang Dunia I.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Virus ini memiliki tingkat kematian yang tinggi untuk semua orang yang berusia 18-40 tahun terutama yang berjenis kelamin pria. Studi dari ahli biologi Universitas Florida menyebutkan ada keterkaitan yang kuat antara penularan penyakit dan pengangguran saat itu.

Hal ini terjadi karena banyaknya industri hiburan atau jasa yang menderita kerugian, namun ada pula bisnis seperti kesehatan yang mengalami kenaikan. Menurut Federal Reserve St. Louis disebutkan dampak ekonomi pandemi 1918 ini bersifat jangka pendek, pembayaran gaji orang lebih cepat normal dan banyak bisnis mulai pulih dan beroperasi lebih cepat.

ADVERTISEMENT

Disebutkan pula, kenaikan gaji saat pandemi lebih sulit terjadi karena tertahan kondisi inflasi dan tekanan politik di negara tersebut.

Saat ini, ketika dunia dilanda pandemi COVID-19 perekonomian global tertekan akibat lockdown yang dilakukan banyak negara, produksi pabrik yang terbatas, transportasi yang tidak normal dan permintaan yang menurun.

Mengutip riset un.org perdagangan barang secara global menyusut 3% pada kuartal pertama tahun ini. Kemudian pada kuartal II 2020 diprakirakan juga masih lemah.

Ekspor dan impor negara berkembang juga tercatat mengalami penurunan pada kuartal II yakni 7%.

Kemudian kunjungan wisatawan internasional di berbagai negara mencatatkan kondisi terburuk sepanjang sejarah sejak 1950. Wisatawan merosot hingga 60% dalam lima bulan pertama 2020.

Mata uang di sejumlah negara seperti Venezuela dan Zimbabwe mengalami depresiasi lebih dari 70% karena pandemi. Mata uang lain yang terdampak adalah Brasil, Seychelles dan Zambia yang terdepresiasi 20% terhadap dolar AS.

Bahkan Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan akan ada peningkatan utang bruto dari negara berkembang sebesar 4,5 poin atau 47,4% dari produk domestik bruto (PDB) angka ini merupakan yang tertinggi sejak 2015.

Pada Juli 2020, IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini minus 4,9%. Angka ini lebih rendah dibandingkan proyeksi yang dirilis pada April sebesar 1,9%.

IMF menyebut pertumbuhan ekonomi di negara maju akan minus 8% dan negara berkembang minus 3% pada 2020.

"Pandemi COVID-19 memiliki dampak negatif pada aktivitas dari yang diperkirakan di paruh pertama tahun 2020, diproyeksikan pemulihan lebih bertahan dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan tersebut.

Dalam laporan IMF, pertumbuhan negara maju seperti Amerika Serikat (AS) minus 8,0%, Jerman minus 10,2%, Prancis minus 7,8%, Italia minus 12,5%, Spanyol minus 12,8%. Sementara pertumbuhan ekonomi Jepang minus 12,8%, Inggris minus 5,8%, Kanada minus 10,2%, dan negara maju lainnya minus 4,8%.

Sementara untuk negara berkembang secara global diproyeksi minus 3,0%. Sementara secara kawasan, untuk negara berkembang di Asia pertumbuhannya minus 8,0%. Dari angka tersebut, IMF memproyeksikan ekonomi China masih tumbuh positif 1%, sementara India minus 4,5%, dan ASEAN-5 secara keseluruhan minus 2,0%.

ASEAN-5 ini terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Jika dijabarkan satu per satu, IMF memproyeksi ekonomi Indonesia minus 0,3%, sementara Malaysia minus 3,8%, Filipina minus 3,6%, Thailand minus 7,7%.


Hide Ads