Jakarta -
Warga Maladewa Aminat Wahedaa bertahun-tahun menjadi pengemudi taksi di jalanan sempit hingga jalan padat ibu kota. Selama menjadi supir taksi ia paling suka mengangkut penumpang dari bandara dan menuju tempat wisata.
Sebelumnya bandara memang berada di pulau berbeda dan membutuhkan speedboat untuk menghubungkan dengan kota. Namun pada 2018 semuanya berbeda, jembatan sepanjang 2,1 kilometer (km) senilai US$ 200 juta telah dibangun dengan uang pinjaman dari China.
Wahedaa mengaku berterima kasih kepada China, karena ia bisa langsung menjemput penumpang di pintu masuk bandara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah jembatan di bangun, transportasi menjadi lebih mudah untuk semua orang. Untuk supir taksi seperti saya juga bisa mendapatkan uang lebih banyak," kata dia dikutip dari BBC, Jumat (18/9/2020).
Dia mengungkapkan ini merupakan jembatan pertama yang dibangun di kepulauan Maladewa. Hal ini menyebabkan boomingnya properti di pulau Hulhumale.
Memang proyek infrastruktur China di negara berkembang menuai banyak kritikan. Namun di Sinamale atau yang lebih dikenal sebagai jembatan Persahabatan China dan Maladewa merupakan bukti nyata jika ini membantu masyarakat.
Namun pemerintah Maladewa khawatir utang ini menimbulkan ketergantungan dengan China. Jembatan ini adalah satu dari proyek besar yang dibangun Presiden Maladewa Abdulla Yameen kala itu. Ia memang menginginkan pembangunan dan dananya bersumber dari China.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Saat 2013 lalu, Presiden China Xi Jinping memulai Belt and Road Initiative untuk menghubungkan seluruh Asia dengan rel kereta, kapal laut hingga jalan darat. Namun sayang Yameen mendapatkan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia. Pada 2018 setelah jembatan diresmikan Yameen kalah dari Ibrahim Solih dalam pemilihan presiden di Maladewa.
Pemerintahan baru ini mulai memeriksa keuangan negara. Ketua parlemen Nasheed menyebutkan tagihan utang Maladewa ke China mencapai US$ 3,1 miliar. Angka ini termasuk utang pemerintah, utang yang diberikan ke perusahaan negara, hingga swasta.
Dia mengaku khawatir jika Maladewa akan masuk ke jebakan utang China. "Dapatkah aset negara ini untuk membayar utang? Rencana proyek yang dibangun sebelumnya seperti tidak ada kemampuan untuk membayarkan utangnya lagi," jelas dia.
Nasheed menyebut biaya proyek dan utang terus meningkat. Angka di atas kertas itu jauh lebih besar dibandingkan dan ayang dicairkan.
Produk domestik bruto (PDB) Maladewa saat ini tercatat US$ 4,9 miliar. Nasheed menyebut utang Maladewa ke China hampir separuhnya, diproyeksi Maladewa akan kesulitan membayar utang pada 2022-2023.
Nasheed khawatir Maladewa akan sama dengan Sri Lanka yang 70% saham pelabuhan diakuisisi oleh China sebagai kompensasi pembayaran utang. Selain itu, Sri Lanka juga menyetujui memberi 15.000 hektar lahan di sekitar pelabuhan untuk China membangun zona ekonomi.
Bagi China, pelabuhan adalah aset strategis yang sangat berharga untuk jalur pelayaran tersibuk di Samudera Hindia.