Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan merelaksasi aturan pemanfaatan aset negara atau barang milik negara (BMN) di tengah pandemi Corona.
Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor (PMK) Nomor 115 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan BMN yang mengakomodir penyederhanaan proses bisnis dan penyesuaian tarif pemanfaatan aset negara atau BMN.
Direktur Pengelolaan kekayaan Negara dan Sistem Informasi DJKN Purnama T. Sianturi mengatakan relaksasi ini dikarenakan untuk meringankan beban mitra atau pihak ketiga yang memanfaatkan BMN di tengah pandemi Corona.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Intinya pemerintah juga memikirkan gimana supaya usaha ini tetap jalan atau tidak alami kerugian dari sisi pemanfaatan aset ketika ada pandemi," kata Purnama dalam acara Bincang Bareng DJKN secara virtual, Jakarta, Jumat (18/9/2020).
Diskon yang dimaksud, kata Purnama adalah faktor penyesuai. Dia menyebut faktor penyesuaian dalam beleid yang diundangkan per 31 Agustus 2020 ini mulai dari 1% sampai 50%.
"Kita sudah atur dalam PMK ini akan diberi faktor penyesuai 1-50 persen. kenapa 1, 2, 3, 50 persen? Itu tergantung pada kelayakan usaha atau bukti-bukti yang disampaikan oleh mitra yang melakukan penyewaan dan diajukan ke pengguna dan dapat persetujuan," jelasnya.
Dia mengatakan, tarif sewa terhadap pemanfaatan aset negara untuk kegiatan usaha dibagi ke beberapa. Untuk kegiatan usaha tarif sewanya 100%, namun dikecualikan bagi koperasi sekunder ASN/TNI/Polri menjadi 75%. Untuk koperasi primer ASN/TNI/Polri menjadi 50%, dan tarif untuk kegiatan usaha perorangan dalam hal ini UMKM sebesar 25% tarif sewanya.
Sementara untuk kegiatan usaha non bisnis tarif sewanya sekitar 30%-50%, namun dikecualikan untuk kegiatan yang diinisiasikan pengelola menjadi 15%, dan menjadi 10% untuk sewa sarana dan prasarana yang mendukung pendidikan ASN/TNI/Polri. Sedangkan untuk kegiatan usaha sosial ditetapkan sebesar 2,5%.
Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata mengatakan pemanfaatan BMN dikarenakan jumlah aset negara sedang berlebihan. Dengan jumlah yang lebih ini maka pemerintah bisa memanfaatkannya.
"Kenapa dilakukan? Pertama ada barang lebih, surplus, sekarang mulai berpikir, kalau surplus harus ada manfaat yang lain," kata Isa.