Sentil Rencana Mogok Nasional, Pengusaha Ingatkan Bahaya Corona

Sentil Rencana Mogok Nasional, Pengusaha Ingatkan Bahaya Corona

Hendra Kusuma - detikFinance
Sabtu, 03 Okt 2020 17:37 WIB
Ketua Umum Kadin Rosan P. Roeslani
Ketua umum Kadin Rosan Roeslani/Foto: Citra Nur Hasanah / 20detik
Jakarta -

Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai rencana buruh mogok nasional bisa memicu penyebaran COVID-19. Bahkan, bisa mengganggu pemulihan ekonomi Indonesia.

"Dampaknya akan meluaskan penyebaran COVID secara masif di lingkungan para pekerja dan ini bisa mengakibatkan pemulihan kesehatan dan ekonomi akan mengalami tekanan," ujar Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani kepada detikcom Sabtu (3/10/2020).

Alasan buruh mau mogok nasional adalah sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Menurut Rosan, pihak pengusaha baik Kadin maupun Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sudah melakukan komunikasi dengan para ketua konfederasi serikat buruh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dan sudah saling cari solusi yang terbaik. Ini cara yang terbaik dalam rangka mempertemukan semua pihak, komunikasi yang terbuka," jelasnya.

Sementara Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial, Anton J Supit aturan pesangon yang terdapat di RUU Omnibus Law Cipta Kerja tidak merugikan pihak buruh dan pengusaha.
Menurut Anton, para buruh juga harus memandang secara adil mengenai pengaturan pemberian pesangon yang maksimal 32 kali dari upah.

ADVERTISEMENT

"Persoalan buat yang menerima senang, tetapi kalau perusahaan yang harus membayar segitu banyak apakah ada yang mau menjadi pengusaha. Ini kita harus fair juga," jelas Anton.

Langsung klik halaman selanjutnya.

Sebelumnya, menurut Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi, Kemenko Perekonomian Elen Setiadi, aturan pesangon yang lama yakni maksimal 32 kali dari upah telah memberatkan pengusaha, dan menyebabkan investor enggan untuk menanamkan modal di Tanah Air.

Akibatnya, dalam pelaksanaan pembayaran pesangon pun banyak perusahaan yang tidak mematuhi aturan. Sehingga, pembayaran yang seharusnya bersifat penuh itu kerap kali mengalami ketidakpastian.

"Ini ada pembayaran eksisting yang di-record sama Kemnaker, 66% tidak patuh ketentuan UU. Lalu, 27% patuh parsial, karyawan menerima pesangon, tapi tidak sesuai haknya. Hanya ada 7% yang patuh," jelas Elen.

"Dengan pengaturan seperti ini, implementasinya tidak sama, maka kami anggap ada ketidakpastian dari pesangon ini," lanjutnya.

Namun, menurut Elen pemerintah tak serta-merta menghapus pesangon, tapi menggantinya dengan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program ini diklaim dapat melindungi hak-hak karyawan yang terkena PHK, mulai dari benefit bantuan uang tunai, pelatihan, hingga informasi soal pekerjaan.

Penerima program JKP ini juga dipastikan akan tetap menerima jaminan sosial lainnya. Mulai dari Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kematian (JKm), dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Di rapat selanjutnya yang digelar di akhir pekan, pemerintah dan Baleg sepakat tidak akan menghapus cara penghitungan pesangon. Hanya saja perhitungannya akan diubah. Formula 32 kali pesangon tetap berlaku, rinciannya 23 kali ditanggung oleh pemberi kerja atau perusahaan, dan 9 kali akan ditanggung oleh JKP.


Hide Ads