Masih di Bab 10 tentang Invetasi Pemerintah Pusat, dia menjelaskan terdapat potensi pelanggaran terhadap prinsip ketatanegaraan dengan hilangnya status 'Penyelenggara Negara' pada pegawai LPI yang mengelola aset dan kekayaan negara, serta tidak diauditnya LPI oleh BPK sebagai lembaga negara yang berwenang melakukan pemeriksaan keuangan terhadap lembaga yang mengelola aset Negara.
"Ini termaktub dalam Pasal 154 dan 153 yang menghilangkan status penyelenggara negara pada pegawai LPI dan menyatakan pemeriksaan keuangan LPI hanya dilakukan oleh akuntan publik yang terdaftar pada BPK," sebutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, lanjut dia, mereka adalah orang yang diberi kewenangan mengelola uang negara dan menerima gaji dari negara. Untuk itu seharusnya mereka termasuk penyelenggara negara. Ketentuan ini juga telah mereduksi UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menempatkan penyelenggara Negara sebagai subyek tindak pidana korupsi yang bisa dimintai pertanggungjawaban.
Lanjut dia, Bab 10 ini juga memuat ketentuan yang mereduksi UU BUMN dan UU Keuangan Negara, yaitu Pasal 160 dan Pasal 154 ayat 3, yang mengambil alih pengaturan tentang pengelolaan keuangan negara dengan menyebutkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait yang mengatur pengelolaan keuangan negara/kekayaan negara/badan usaha milik negara tidak berlaku untuk LPI yang diatur berdasarkan Undang-undang ini.
"Dengan alasan proses investasi sudah dilakukan dengan itikad baik, walaupun tidak teliti dan tidak profesional, pengurus dan pegawai LPI memiliki kekebalan hukum sehingga tidak dapat dijerat meskipun terjadi kerugian negara," sebutnya.
4. Kritik soal paten
Dia juga menyayangkan perubahan yang juga terjadi di pasal 20 UU tentang Paten. RUU Cipta Kerja menghapus kewajiban pemegang paten untuk menggunakan produk dalam negeri dan melakukan transfer teknologi di Indonesia.
Hilangnya ketentuan itu menurutnya justru berpotensi membuat perusahaan milik anak bangsa kehilangan pasar dan customer. Secara otomatis itu akan menghilangkan lapangan kerja bagi masyarakat. Padahal tujuan dibuatnya UU Omnibus Law Cipta Kerja adalah menciptakan lapangan kerja.
"Ini belum cerita tentang perubahan pasal-pasal tentang Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja yang merugikan buruh Indonesia. Padahal dari namanya saja, RUU ini untuk menciptakan lapangan kerja, tapi lapangan kerja untuk siapa sebenarnya???" tutupnya.
(toy/dna)