8 Materi Omnibus Law yang Menuai Kritik Publik

8 Materi Omnibus Law yang Menuai Kritik Publik

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 06 Okt 2020 20:00 WIB
Ribuan buruh di Kota Bandung, Jawa Barat, laukukan demonstrasi di depan Kantor Wali Kota Bandung di Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Selasa (6/10/2020). Aksi ini dilakukan dalam rangka menolak Omnibus Law Cipta Kerja yang dianggap bakal merugikan buruh.
Foto: Wisma Putra

5. Pesangon PHK turun

Pemerintah bersama DPR telah mengesahkan Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Melalui UU itu pemerintah mengubah kembali skema pemberian pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK).

Staf Ahli Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi pernah mengatakan berdasarkan skema baru, total pembayaran pesangon PHK menjadi 25 kali upah dari sebelumnya 32 kali. Berikut beberapa hal yang perlu diketahui mengenai aturan pesangon di UU Ciptaker.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

6. Asing bisa punya rumah susun

Pasal 143 UU tersebut menjelaskan aturan soal satuan rumah susun untuk orang asing. Dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 144, hak milik atas satuan rumah susun dapat diberikan kepada warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia, warga negara asing yang mempunyai izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, atau perwakilan negara asing dan lembaga Internasional yang berada atau mempunyai perwakilan di Indonesia.

Selama ini, rumah yang dibeli warga negara asing hanya berupa hak pakai. Merujuk PP Nomor 103 tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, diatur hak pakai rumah tunggal bagi warga asing diberi jangka 30 tahun dan bisa diperpanjang 20 tahun, dan bisa diperpanjang kedua kalinya dengan jangka 30 tahun.

ADVERTISEMENT

7. Kemungkinan kontrak seumur hidup

Jika di aturan lama Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dibatasi paling lama tiga tahun dan dapat diperpanjang 1-2 tahun, di UU Cipta Kerja tidak dijelaskan batas maksimal kontrak dan hanya disesuaikan oleh perjanjian kerja.

Pengamat ketenagakerjaan Hadi Subhan menilai hal itu membuat pekerja/buruh memungkinkan untuk jadi pekerja kontrak seumur hidup. Kemungkinan besarnya, pekerja/buruh tidak mendapat pesangon karena hanya sebagai pekerja kontrak, bukan tetap.

"Kalau PKWT ya tidak dapat pesangon kan begitu karena berakhirnya jangka waktu. Kalau yang tetap masih tetap ada pesangon," ucap Subhan.

8. Berpotensi mudahkan PHK

Perbedaan lainnya di UU Cipta Kerja pada bertambahnya alasan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diperbolehkan di pasal 154A, sehingga dapat mempermudah PHK. Alasan baru PHK yang diperbolehkan di UU Cipta Kerja adalah jika perusahaan melakukan efisiensi, serta jika pekerja/buruh melakukan pelanggaran perusahaan tanpa adanya surat peringatan (SP) 1-3.

Kemudian dalam ayat 2 disebutkan alasan pemutusan hubungan kerja lainnya dapat ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Sehingga, alasan PHK bergantung dari kesepakatan pemberi kerja dan pekerja/buruh.


(hns/hns)

Hide Ads