Ia menuturkan, jika ketentuan cuti hamil dan melahirkan, serta haid tetap berlaku sesuai aturan yang ada sebelumnya, seharusnya pemerintah dan DPR bersama-sama memberikan penjelasan konkret.
"Kalau memang pemerintah pede itu penjelasannya. Kenapa itu tidak dibangun saluran-saluran komunikasi untuk menyampaikannya kepada publik? Dan seharusnya dilakukan sebelum geger sekarang ini, kegaduhan sekarang ini, seharusnya sudah diantisipasi. Sudah terlambat, tapi ya lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali," urainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada dengan Piter, Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Ahmad Khoirul Umam juga menyayangkan sikap pemerintah dan DPR RI yang belum kunjung memberikan penjelasan kepada publik. Hal itu dibuktikan dengan belum dikeluarkannya draft final UU Cipta Kerja setelah pengesahan, namun masih dalam bentuk draft final RUU.
"Gerakan buruh memandang UU Ciptaker memang cuti haid dan hamil tidak berubah, tapi tidak dibayar. Itu yang membuat pekerja marah, beban perusahaan diringankan, sedangkan beban buruh beratkan. Tapi lagi-lagi, ini kan ada kesimpangsiuran, faktanya Baleg (Badan Legislasi) DPR belum merilis draft akhir RUU Ciptaker yang versi final pasca pengesahan di Paripurna DPR kemarin. Alasan Baleg, 'masih diperbaiki'," terang Umam kepada detikcom.
Ia mempertanyakan alasan pemerintah dan DPR RI masih enggan menjelaskan secara detail untuk meredam amarah publik.
"Jika DPR mengklaim aturan yg termaktub dalam UU Cipta Kerja sudah benar, Kenapa DPR lebih memilih menghilang dari Senayan atas nama reses? Kenapa mereka tidak mau jelaskan langsung untuk meredam pergerakan buruh dan mahasiswa? Presiden juga begitu, memilih menghilang dan menghindar dengan pergi ke Solo dan Palangkaraya? Kalau Presiden mau berpikiran strategis dan jujur ke kaum pekerja, cukup temui dan minta para menterinya jelaskan pasal-pasal kontroversial itu kalau memang sudah mengakomodir aspirasi buruh," tegas Umam.
Sementara itu, Anggota Baleg dari fraksi PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan, ketentuan cuti hamil dan melahirkan, serta cuti haid masih berlaku sesuai UU 13/2003.
"Sejauh yang kami pahami, semua tetap berlaku, dengan paradigma hubungan kerja bercorak kemitraan, bukan belas kasihan. Itu sebabnya lebih sehat dan rasional," kata Hendrawan ketika dihubungi detikcom.
Hal itu juga tertuang dalam dokumen butir-butir penjelasan RUU Cipta Kerja yang diterima detikcom yang berbunyi:
1. Pengusaha tetap wajib memberi waktu istirahat dan cuti bagi pekerja/buruh.
2. RUU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Hendrawan menegaskan, ketentuan hak upah atau gaji selama cuti itu juga masih berlaku sesuai UU Ketenagakerjaan. Namun, untuk ketentuan rincinya akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP).
"Masih. Detailnya nanti dalam PP," pungkas Hendrawan.
(fdl/fdl)