Buka-bukaan Pengusaha soal Buruh, UU Cipta Kerja, dan Investasi

Buka-bukaan Pengusaha soal Buruh, UU Cipta Kerja, dan Investasi

Hendra Kusuma - detikFinance
Jumat, 09 Okt 2020 16:37 WIB
Sejumlah massa dari mahasiswa dan buruh menggelar aksi di Harmoni, Jakarta, Kamis (8/10/2020). Dalam aksinya mereka membawa sejumlah tulisan untuk mengkritik DPR.
Foto: Citra Nur Hasanah / 20detik

Salah satu tujuan omnibus law untuk tarik investasi, menciptakan lapangan kerja baru. Elaborasinya seperti apa?

Kita lihat apalagi di tengah COVID-19 yang di mana yang dirumahkan atau PHK itu bertambah. Kalau PHK angka kami 5 jutaan itu sudah ada di luar 7 juta yang sudah menjadi pengangguran terbuka berarti ada 12 juta. Belum lagi ditambah angkatan kerja baru setiap tahunnya kurang lebih 2 juta orang, belum lagi ditambah separuh bekerja ada 8 juta, belum lagi sektor informal totalnya sangat besar. Dan ini yang kita harus perhatikan, harus kita lihat mereka tidak punya perwakilan dan tidak ada serikatnya. Nah inilah yang coba kita lihat secara keseluruhan bagaimana mereka bisa bekerja, terutama angkatan kerja baru karena kalau tidak akan menjadi suatu masalah di kemudian hari yang signifikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Memang kalau kita lihat struktur dari pekerja kita, dari kurang lebih 130 juta orang, kan pendidikannya paling banyak hampir 50% di SD, hanya 12-13 berpendidikan Diploma atau Universitas. Kita juga menyadari tidak mungkin kita dorong semua masuk ke universitas, jadi pendidikan melalui vokasi, training dan edukasi menjadi hal sangat penting dan itu peran dari dunia usaha, karena vokasi tidak bisa berjalan tanpa ada peran dunia usaha, karena pembagiannya 30:70, 70% pendidikannya ada di dunia usaha secara praktik.

Oleh sebab itu, ini semua saling membutuhkan, dan kita melihatnya dengan adanya Omnibus Law harapan kita meningkatkan investment climate kita, meningkatkan kemudahan bisnis EoDB kita, meningkatkan produktivitas kita, menguatkan UKM kita. Ini tentunya bisa dilaksanakan kalau kita memang bersama-sama punya pemikiran dan semangat yang sama untuk mensejahterakan kita semua.

ADVERTISEMENT

Jadi kembali lagi, investasi juga peranannya sangat tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi, kurang lebih di atas 30%, dan kalau kita lihat juga investasi kita dibanding GDP kita salah satu yang rendah loh di ASEAN, kurang lebih cuma 1,8%, Vietnam sudah di atas 6% Malaysia di 3%, Thailand hampir 3%, jadi kalau ada yang bilang investasi asing sudah merajai di kita tidak benar juga angka-angka itu menyatakan tidak benar.

Harapannya tentu investasi yang mau masuk ke Indonesia bukan dari segi nominal tapi juga bisa menciptakan lapangan kerja. Kita lihat angka dari BKPM di tahun 2016 setiap Rp 1 triliun penyerapan tenaga kerja kita di 2.270 orang, sekarang di 2019 setiap Rp 1 triliun penyerapan tenaga kerjanya hanya 1.200 lebih sedikit.

Kenapa bisa seperti itu?

investasinya meningkat, tapi investasi yang bersifat manufaktur yang penyerapan tenaga kerjanya tinggi tidak masuk ke Indonesia. Karena faktor produktivitas, daya saing, termasuk penyempurnaan dari UU tenaga kerja.

Itu semacam upah buruh kita mahal, hari libur kelewat banyak, seperti itu?

Sebetulnya lebih tepatnya masalah produktivitas. Karena kalau kita lihat dari World Bank dari lain-lain gap antara salary yang dibayarkan dengan produktivitas di kita makin lama makin tinggi. Jadi jangan disalah artikan upah kita, karena kita mesti upah murah, bukan gitu, justru masalah di produktivitas. Makanya harus dilakukan upskilling, re-skilling dari pekerja kita, dan tentunya yang kita inginkan masuk ke Indonesia adalah yang penyerapan tenaga kerjanya tinggi.

Kalau kita lihat seperti manufaktur banyak yang tidak masuk ke Indonesia, kita lebih banyak yang padat modal.

Kita berharap investasi masuk, Pak Menko Bilang ada 143 perusahaan yang masuk, sekarang Pak Bahlil bilang sudah ada 153, harapannya yang seperti apa?

Tetapi kalau kasusnya di Sulawesi memang masuk tenaga ahlinya, begitu selesai kan mereka juga pulang. Dan terjadilah transfer of knowledge, transfer of teknologi. Mungkin awal yang banyak karena memang untuk memasang alat yang kompleksitasnya tinggi, dan itu juga pulang, dan itu juga yang terjadi di Batam, di alumunium Batam pekerja banyak sekarang sudah berkurang, karena pekerjaannya sudah hampir selesai, itu juga yang harus kita perhatikan karena kalau kita tidak bicara secara angka kadang-kadang susah juga. Kita harus melihat secara proporsional tapi kalau ada buruh kasar tentu kita tidak terima.

Kan ini ada turunannya, dari Omnibus Law ini akan ada 43 PP dan Perpres total, dan itu akan selesai pada waktu 3 bulan, paling lambat 3 bulan. Kalau tidak ini akan lama, dan sudah diamanatkan 3 bulan harus selesai aturan turunannya, sehingga omnibus law bisa berjalan baik dan benar dan untuk menciptakan lapangan kerja.

Soal lingkungan hidup, 35 investor menyurati presiden dan menyesalkan Omnibus Law karena tidak ramah lingkungan?

Saya tahu investor globalnya, karena beberapa adalah yang melakukan investasi, dan mereka adalah investor portfolio bukan yang melakukan FDI, kalau dilihat listnya dia investasi di obligasi, surat utang negara, yang mana mereka bisa masuk dan bisa keluar anytime.

Benar tidak kritik mereka?

Memang mereka mengkhawatirkan soal AMDAL, itu kan tetap ada terutama menyangkut 3 hal, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan ini tetap ada. Tetapi memang disesuaikan risk based approach nya, risikonya yang paling tinggi yang mana. Jadi tetap ada bukan dihilangkan, yang mereka khawatirkan risk based approach penilaiannya seperti apa.

Kedua, yang disimplifikasi kalau kita sudah buat AMDAL, satu amdal bisa berlaku untuk semua, jadi tidak pemerintah pusat meminta, masuk ke daerah minta lagi, itu yang dikurangi bukan berarti AMDAL-nya hilang, tapi satu AMDAL bisa semuanya. Ini yang disimplifikasi bukan berarti AMDAL hilang.

Masih banyak yang tidak paham terkait dengan substansi, apakah akan ada dialog kelanjutan khususnya dengan buruh untuk menentramkan sehingga ancaman aksi mogok tidak berkelanjutan?

Ya memang omnibus law kuncinya ini adalah sosialisasi, agar pemahaman, pengertian yang sama. Kita saja mikir UU 13 hilang padahal tidak, hanya pasal-pasal yang dimuat di omnibus law yang hilang, tapi UU sendiri tetap ada. Memang hari ini banyak bicara dari asing yang meminta, Kadin Singapura, dan mereka ingin mendengar saya bicara dan memang kalau setelah bicara ya sambutan mereka positif, bisa dilihat dari pasar modal positif, dan mereka bilang This is structure reform that actually you have to do way before. Karena mereka juga menunggu ini, kalau ini bisa dilakukan this is big step dia bilang, keep reform dan negara-negara tetangga kalian juga keep reform, kalau Indonesia tidak lakukan reform ini maka akan tertinggal.

Seperti Malaysia, Vietnam sudah melakukan structure reform sudah 10 tahun lalu, dan apa yang mereka sampaikan ke saya paling tidak ranking EoDB melompat signifikan setelah reform ini diselesaikan rankingnya meningkat, kita harapannya juga EoDB stagnan di 73 sudah selama 2 tahun, harapannya bisa meningkat, ruh dari omnibus law ada di penyederhanaan perizinan, itu sendiri ada 55 UU dari 79 UU dan 1040 pasal di klaster perizinan.

Ini tinggal aplikasi di lapangan berjalan baik atau tidak?

Harapannya implementasinya benar-benar bisa berjalan, sekarang kan negara US, Eropa, Jepang, itu sudah memerintahkan perusahaan yang di China untuk keluar, US ada 1.000 perusahaan, Jepang malah memberikan insentif hampir Rp 2 triliun untuk perusahaan keluar dari China, karena mereka tidak mau suplai pasok atau global value chainnya terkonsentrasi di China.

Riset yang dikeluarkan oleh American Chambers, Eropa Chambers mereka melihatnya ke negara-negara Asia terutama ASEAN. Nah nanti kalau kita tidak melakukan reformasi struktural dalam hal ini Omnibus Law tar ceritanya sama lagi, investasinya masuknya ke Vietnam lagi, Malaysia lagi, Thailand lagi. Oleh sebab itu kita memang harus melakukan ini harusnya dari dulu-dulu, ya harapannya pada saat tahun depan investasi mulai diharapkan bisa terealisasi di Indonesia.


(hek/eds)

Hide Ads