Perlu dicatat, UU Cipta Kerja adalah UU yang fokus menyasar pada pasal per pasal. Jika tak ada perubahan dari UU sebelumnya, maka tak akan ditulis kembali. Namun, jika ditulis kembali, maka ada perubahan meski sangat kecil.
Perbedaan pasal 156 dari UU 13/2003 dengan UU Cipta Kerja terletak di ayat (1) dan (2). Di ayat (1) dari kata diwajibkan, diubah menjadi wajib. Lalu, di ayat (2), ada perbedaan di kata 'paling sedikit', menjadi 'paling banyak'. Dengan demikian, bedanya besaran pesangon di atas pada UU 13/2003 adalah paling sedikit yang bisa diterima korban PHK, artinya bisa lebih besar. Namun, di UU Cipta Kerja besaran pesangon itu paling besar yang bisa diterima korban PHK, artinya bisa lebih kecil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perubahan lain juga dilakukan di pasal 156 ayat (4). Di UU Cipta Kerja, poin C yang ada dalam UU 13/2003 dihapus, yang berbunyi:
"penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat."
Pasal 163 dan 164 yang ada di UU 13/2003 juga dihapus. Di pasal 163 ayat (2) dinyatakan buruh dapat memperoleh pesangon dua kali lipat dari yang seharusnya jika perusahaan melakukan PHK karena perubahan status, penggabungan atau peleburan tetapi pengusaha tak bersedia menerima buruh di perusahaannya.
Lalu, di pasal 164 ayat (3) menjelaskan pengusaha dapat melakukan PHK jika perusahaan tutup bukan karena kerugian dua tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa dengan ketentuan buruh berhak atas pesangon dua kali lipat dari yang seharusnya diterima.
Lalu, terkait JKP yang merupakan bagian dari pesangon bagi korban PHK juga diatur dalam UU Cipta Kerja. JKP disebut akan menanggung pesangon bagi korban PHK sebanyak 6 kali upah, sementara sisanya 19 kali ditanggung pengusaha.
Dalam beleid ini pemerintah mengubah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Salah satunya hadirnya JKP yang menjadi program tambahan dari sejumlah jaminan yang sudah ada sebelumnya seperti jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Khusus jaminan kehilangan pekerjaan atau JKP, dalam pasal 46A menyatakan:
1. Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berhak mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan.
2. Jaminan kehilangan pekerjaan diselenggarakan oleh badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) ketenagakerjaan dan pemerintah.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan jaminan kehilangan pekerjaan diatur dengan peraturan pemerintah (PP).
Pada Pasal 46B, JKP diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial. Lalu JKP diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat pekerja/buruh kehilangan pekerjaan.
"Peserta JKP adalah setiap orang yang telah membayar iuran," bunyi Pasal 46C bagian jaminan kehilangan pekerjaan.
Sementara isi Pasal 46D:
1. Manfaat JKP berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.
2. Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh peserta setelah mempunyai masa kepesertaan tertentu.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai manfaat sebagaimana dimaksud ayat (1) dan masa kepesertaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan PP.
Sementara yang mengatur soal pendanaan JKP tertuang pada Pasal 46, yaitu:
1. Sumber pendanaan JKP berasal dari modal awal pemerintah, rekomposisi iuran program jaminan sosial dan atau dana operasional BPJS Ketenagakerjaan.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan PP.
Seiring dengan tambahan program jaminan sosial, maka pemerintah juga menambah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Ketentuan yang diubah antara lain Pasal 6 yang berbunyi:
1. BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
2. BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 atau (2) huruf b menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian, dan jaminan kehilangan pekerjaan.
Simak Video "Video: Kementerian Kebudayaan Minta DPR Dukung Pembuatan RUU Omnibus Law"
[Gambas:Video 20detik]