RI Pasti Resesi, Ini Cara Kemenkeu Manfaatkan Momen

RI Pasti Resesi, Ini Cara Kemenkeu Manfaatkan Momen

Vadhia Lidyana - detikFinance
Senin, 12 Okt 2020 13:41 WIB
Gedung Kementerian Keuangan
Foto: Yulida Medistiara/detikFinance
Jakarta -

Indonesia dipastikan memasuki resesi. Ekonomi Indonesia sudah mengalami kontraksi -5,32% pada kuartal II-2020, dan dipastikan kembali kontraksi di kuartal III-2020.

Namun, menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu, meski resesi pemerintah tak akan berdiam diri, atau menyia-nyiakannya. Pemerintah tetap melakukan berbagai langkah untuk transofrmasi ekonomi, salah satunya melakukan reformasi di perpajakan melalui Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja.

"Resesi jangan sampai disia-siakan. Resesi sesuatu yang harus dihadapi dan dimanfaatkan. Saat resesi adalah saat terbaik utk melihat yang harus diperbaiki dari kondisi ekonomi, kita transformasi agar semakin kuat setelah keluar resesi," kata Febrio dalam Virtual Media Briefing UU Cipta Kerja Bidang Perpajakan, Senin, (12/10/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menyampaikan, tujuan pemerintah tetap melakukan reformasi regulasi ialah untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih efektif menekan angka pengangguran.

"Tren menganggur turun, ini tren kinerja perekonomian yang baik. tapi, ini tidak cukup karena jumlah menganggur masih banyak, lalu banyak yang didominasi usia muda dan pendidikan rendah. Sayang sekali, harus reformasi cepat agar SDM bisa ditampung di lapangan kerja yang berkualitas," papar Febrio.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, reformasi melalui Omnibus Law perlu dilakukan untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dalam hal daya saing.

"Daya saing industri kita masih banyak restriksi. Dibandingkan banyak negara terutama emerging, indonesia salah satu negara yang indeks restriksi paling tinggi. Obyektif indonesia untuk jadi terdepan dalam kemudahan berusaha dan investasi harus dibandingkan dengan negara pesaing. Harus tingkatkan SDM, infrastruktur, deregulasi diteruskan, pemotongan birokrasi dan transformasi ekonomi. Harapannya ini bisa dorong pertumbuhan investasi lebih tinggi, lapangan kerja lebih banyak," imbuh dia.

Di sisi perpajakan, pemerintah berharap kehadiran Omnibus Law ini bisa menyeimbangkan pertumbuhan penerimaan pajak dengan nominal pertumbuhan ekonomi. Ia menekankan, reformasi perpajakan melalui Omnibus Law ini diharapkan bisa meningkatkan penerimaan pajak untuk memperkecil defisit pada APBN.

"Kita harus bandingkan daya saing perpajakan dengan negara lain, juga gimana penerimaan perpajakan relatif dibandingkan negara lain. Karena kalau semakin rendah penerimaan perpajakan, tax ratio, artinya defisit kita makin terancam untuk tetap tinggi. Defisit tinggi artinya kita nambah utang, utang semakin tinggi itu sebabkan suku bunga SBN tinggi, dan tidak sehat ekonomi kita," tutur dia.




(zlf/zlf)

Hide Ads