Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tak terima bila upah minimum tak naik di 2021. Menurut Presiden KSPI Said Iqbal ada sejumlah alasan yang melatarbelakanginya. Pertama, dia mengingatkan pemerintah jangan menggunakan aturan upah berdasarkan UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).
"Itu sifatnya imbauan supaya tidak makin mengeras situasinya, malah tidak menguntungkan semua pihak, aksi-aksi buruh malah makin kencang kan, kita cooling down lah," kata dia saat dihubungi detikcom, Jumat (16/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, dia mengatakan saat Indonesia mengalami krisis 1998, di mana pertumbuhan ekonomi minus di kisaran 17% tapi upah minimum di DKI Jakarta kala itu tetap naik bahkan mencapai 16%.
"Padahal (kontraksi ekonomi 1998) lebih tajam dari sekarang kan, lebih buruk dari sekarang resesinya, tapi (upah minimum) naiknya 16%," sebutnya.
Ketiga, bila upah minimum tidak naik maka daya beli masyarakat akan semakin tenggelam. Ujung-ujungnya berdampak negatif buat perekonomian.
"Kalau konsumsi juga dihajar dengan tidak ada naik upah, makin runtuhkan konsumsinya karena daya beli rendah. Daya beli rendah karena upah nggak naik. Coba lihat harga-harga melambung tinggi maka akibatnya daya beli turun. Akibat upah tidak naik maka konsumsi turun. Kan menambah dalam resesi nanti," jelasnya.
Keempat, karena tidak semua perusahaan kesulitan akibat pandemi COVID-19. Dia meminta kebijakan kenaikan upah dilakukan secara proporsional.
Dengan kata lain, bagi perusahaan yang masih mampu harus menaikkan upah minimum. Lalu untuk perusahaan yang memang sedang berdarah-darah maka buruh memahami itu dan tidak mempermasalahkan upah tidak dinaikkan.
"Iya proporsional, jadi perusahaan yang bisa jalan tetap (upah) naik. (Pemerintah) tentukan dulu (upah) naiknya berapa. Bagi (perusahaan) yang nggak mampu dengan mengajukan laporan keuangan yang rugi, dia (upah) tidak naik," tambahnya.
Lantas, apa respons Kementerian Ketenagakerjaan? Langsung klik halaman selanjutnya.