Pandemi COVID-19 mengakibatkan perlambatan ekonomi hampir di seluruh sektor. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan perubahan komponen dan jenis Kebutuhan Hidup Layak (KHL) hendaknya memperhatikan perlindungan pekerja/buruh dan kelangsungan berusaha.
Terkait hal ini, Plt. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI & Jamsos) Kemnaker, Haiyani Rumondang mengatakan pemerintah tetap mendengarkan aspirasi seluruh pihak terkait formulasi dan rekomendasi kebijakan pengupahan di masa pandemi COVID-19.
"Masa peninjauan KHL saat ini berbarengan dengan pandemi COVID-19 dan berdampak terhadap ekonomi, bukanlah kondisi yang diinginkan oleh semua pihak. Namun, dalam kondisi saat ini, pemerintah masih terus mendengar seluruh pihak terkait formulasi kebijakan pengupahan yang terbaik di masa pandemi COVID-19," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (19/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat membuka Dialog Dewan Pengupahan se-Indonesia tentang hasil peninjauan komponen dan jenis KHL Tahun 2020 pada Kamis (17/10), Haiyani menjelaskan kondisi pandemi COVID-19 berdampak terhadap penurunan penghasilan yang diterima oleh buruh/pekerja sehingga mereka kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga.
Sementara itu, dari segi pelaku usaha, pandemi COVID-19 berakibat terhadap turunnya permintaan dan terbatasnya bahan baku sehingga berdampak pada kelangsungan usahanya.
"Karena itu, diperlukan pemahaman seluruh pihak terhadap kondisi yang terjadi agar terjalinnya sinergitas seluruh pihak sehingga kita dapat melewati masa sulit ini (pandemi COVID-19) dengan baik," paparnya.
Hal ini lah yang menjadi dasar adanya dialog Dewan Pengupahan se-Indonesia tentang hasil peninjauan komponen dan jenis KHL. Hayani berharap melalui dialog ini seluruh pihak dapat menyamakan persepsi dan pemahaman tentang hal tersebut.
"Diharapkan dialog ini akan memberikan manfaat dalam pengembangan pengupahan ke depan yang adil dan berdaya saing dalam menyatukan perspektif dan langkah untuk menghadapi kebijakan besar saat ini, yaitu kebijakan Cipta Kerja," katanya.
Ia menjelaskan Pasal 43 Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP Pengupahan) mengamanatkan peninjauan Komponen dan Jenis KHL dalam jangka waktu 5 tahun melalui penetapan Menaker dengan mempertimbangkan rekomendasi Dewan Pengupahan Nasional (Depenas).
Selain itu, Depenas telah menyelesaikan kajian peninjauan Komponen dan Jenis KHL pada bulan Oktober 2019 sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (4) Permenaker No. 21 Tahun 2016.
"PP Pengupahan juga telah mengamanatkan penggunaan data BPS atau informasi harga dari berbagai survei yang dilakukan BPS dalam menghitung nilai KHL hasil peninjauan. Untuk selanjutnya perhitungan Nilai KHL akan dilakukan oleh Dewan Pengupahan Daerah guna penetapan upah minimum tahun 2021," tegasnya.
Senada dengan Haiyani, Direktur Pengupahan Kemnaker, Dinar Titus Jogaswitani mengatakan dialog dengan dewan pengupahan bertujuan untuk menginformasikan atau mensosialisasikan hasil peninjauan komponen dan jenis KHL yang diamanahkan oleh PP Pengupahan, yakni meninjau kembali setiap komponen dan KHL.
"Kenapa setiap 5 tahun sekali? Karena pola konsumsi masyarakat setiap 5 tahun sekali diubah. Misalnya apakah kebutuhan beras, gula atau baju tetap sama atau turun 5 tahun lalu dengan sekarang," ujar Dinar.
Dinar menjelaskan setelah dikaji oleh dewan pengupahan dan direkomendasikan ke Menaker, dikeluarkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang KHL.
Dari Permenaker tersebut, komponen KHL yang semula terdiri dari 60 jenis, berubah menjadi 64 jenis. Komponen inilah yang menjadi acuan KHL tahun 2020 dan dijadikan sebagai salah satu formula penentuan upah di tahun 2021 mendatang.
"Ada KHL yang bertambah, berubah dan ada yang diperbaiki. Di antaranya penambahan televisi, pulsa dan lainnya," katanya
Dinar menambahkan Permenaker ini disosialisasikan ke anggota dewan pengupahan provinsi, kabupaten/kota. Namun karena kondisi pandemi COVID-19, peserta sosialisasi dikurangi dari 34 provinsi.
Sebagai informasi, Dialog Dewan Pengupahan turut dihadiri Wakil Ketua Depenas, Adi Mahfudz (unsur pengusaha) dan Sunardi (unsur serikat pekerja/serikat buruh), serta diikuti 68 peserta dari Dewan Pengupahan Provinsi Seluruh Indonesia, yakni 15 peserta dari unsur pemerintah, 18 peserta unsur pengusaha, 31 peserta dari SP/SB, serta 2 peserta dari akademisi.
(mul/ega)