1 Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Bagaimana Perekonomian RI?

1 Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Bagaimana Perekonomian RI?

Tim detikcom - detikFinance
Selasa, 20 Okt 2020 08:30 WIB
Presiden Joko Widodo panggil sejumlah menteri untuk bahas peringkat kemudahan berusaha di Indonesia. Wishnutama hingga Edhy Prabowo hadir di rapat tersebut.
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin sudah menginjak 1 tahun pada 20 Oktober 2020 ini. Bagaimana capaian pemerintah di bidang perekonomian?

Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan ada sejumlah masalah yang masih dialami oleh pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.

Misalnya saat ini Indonesia menempati urutan ke 7 tertinggi di antara negara berpendapatan menengah dan rendah dalam Utang Luar Negeri (ULN) yakni sebesar US$ 402 miliar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Beban ULN Indonesia jauh lebih besar dari Argentina, Afrika Selatan dan Thailand," kata dia saat dihubungi detikcom.

Dia menyebutkan hal ini memang karena pemerintah terus menambah utang dalam bentuk penerbitan utang valas yang rentan membengkak jika ada guncangan dari kurs rupiah.

ADVERTISEMENT

Pada 2020, pemerintah menerbitkan Global Bond sebesar US$ 4,3 miliar dan jatuh tempo pada 2050 atau tenor 30,5 tahun. Artinya pemerintah saat ini sedang mewarisi utang pada generasi ke depan.

"Setiap 1 orang penduduk di era Pemerintahan Jokowi-Maa'ruf Amin tercatat menanggung utang Rp20,5 juta (utang Pemerintah Rp5.594,9 triliun per Agustus 2020 dibagi 272 juta penduduk)," ujarnya.

Selain itu masalah juga muncul pada pertumbuhan kredit perbankan sangat rendah yakni 0,6% year-on-year per Agustus 2020 (data BI).

Padahal bank sudah dibantu dengan penempatan dana Pemerintah. Intermediasi perbankan pun terganggu dengan naiknya DPK sebesar 11% di periode yang sama. Jika simpanan meningkat sementara pinjaman baru lambat disalurkan akan mempengaruhi supply dana untuk dunia usaha dan masyarakat.

Ketimpangan semakin meningkat karena orang kaya terus menabung di bank dengan lebih sedikit membelanjakan uang nya.

Sementara itu masyarakat miskin tidak memiliki cukup tabungan. Paska pandemi ketimpangan aset makin melebar. Mengutip riset Lifepal.co.id disebutkan jika kenaikan jumlah simpanan di bank umum melebihi rata-rata Maret dan Agustus 2020.

"Peningkatan jumlah simpanan pada Agustus 2020 mencapai 11,28%, lebih tinggi dari kenaikan bulan yang sama tahun 2017 sebesar 9,92%, 2018 6,63% dan 2018 7,57%," tulis riset tersebut. Kemudian saat pandemi, walaupun 7days reverse repo rate sebesar 4,39% simpanan justru melonjak 11,28%.

Menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro, hal ini terjadi karena nasabah menengah ke atas terus menabung di bank. Angkanya mencapai Rp 373 triliun atau naik 3 kali lipat dibandingkan tahun lalu. Menurut data Andry, penabung di atas Rp 5 miliar itu berasal dari kategori nasabah institusi dan individu. Bahkan untuk disepanjang Agustus saja jumlah penabung kategori itu meningkat Rp 149 triliun.

"Meningkatnya tabungan para miliarder itu mengindikasikan bahwa masyarakat menengah ke atas saat ini lebih memilih untuk mengamankan uangnya. Mereka masih khawatir untuk membelanjakan uangnya," jelas dia.



Simak Video "Video Ma'ruf soal Menteri Prabowo Temui Jokowi: Bagian dari Silaturahmi"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads