Skandal Korupsi Malaysia Paksa Goldman Sachs Ganti Rugi Rp 44 T

Skandal Korupsi Malaysia Paksa Goldman Sachs Ganti Rugi Rp 44 T

Vadhia Lidyana - detikFinance
Jumat, 23 Okt 2020 11:10 WIB
Skandal 1MDB: Goldman Sachs nyatakan tuntutan pidana Malaysia salah alamat
Foto: BBC World
Jakarta -

Bank kelas dunia Goldman Sachs tersandung kasus suap di Malaysia. Cabang Goldman Sachs di Negeri Jiran terbukti melakukan pencucian uang sebesar US$ 6,5 miliar atau sekitar Rp 95 triliun (kurs Rp 14.739) dari dana 1Malaysia Development Berhad (1MDB), dan dialirkan pada sejumlah pejabat Malaysia.

1MDB merupakan perseroan terbatas publik yang sepenuhnya berada di bawah kendali Kementerian Keuangan Malaysia. 1MDB didirikan untuk membiayai pembangunan ekonomi jangka panjang, dengan menjalin kemitraan global dan juga mendukung penanaman modal asing atau foreign direct investment (FDI).

Dilansir dari CNN, Jumat (23/10/2020), Goldman telah mengaku bersalah akan kasus suap tersebut yang telah melanggar Undang-undang (UU) anti-penyuapan Amerika Serikat (AS).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasus suap itu turut menyeret mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak yang telah dinyatakan bersalah atas tujuh dakwaan terkait. Seorang hakim Pengadilan Tinggi Malaysia memutuskan Najib bersalah atas penyalahgunaan kekuasaan, pencucian uang, pelanggaran kepercayaan, dan tindakan krimininal.

Najib Razak sedang dalam proses menghadapi hukuman. Selama masa persidangan, Najib Razak terus kukuh menyatakan dirinya tak bersalah, dan menegaskan proses hukum tak berakhir di sini.

ADVERTISEMENT

Kasus suap itu berawal ketika Goldman mengatur 3 penerbitan obligasi terbesar dari dana 1MDB sebesar Rp 95 triliun. Melalui proyek itu, Goldman memperoleh US$ 600 juta atau sekitar Rp 8,84 triliun sebagai bentuk biaya jasanya.

Dua mantan bankir Goldman yakni Roger Ng and Tim Leissner. Ng dituduh membantu pencucian uang dari dana 1MDB tersebut hingga US$ 2,7 miliar atau sekitar Rp 39 triliun. Keduanya akan diadili pada Maret 2021.

Hasil suap dan pencucian itu digunakan untuk membeli kondominium di New York, hotel, yacht, dan pesawat jet.

Mega skandal itu menyebabkan Goldman harus membayar denda hingga US$ 2,9 miliar atau sekitar Rp 42 triliun ke berbagai otoritas, yakni US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 19 triliun ke Departemen Kehakiman AS.

Goldman juga harus membayar denda kredit ke berbagai negara dengan total mencapai US$ 5,1 miliar atau sekitar Rp 75 triliun. Namun, Goldman kemungkinan akan menghadapi hukuman sipil lainnya karena melanggar UU anti-penyuapan di AS itu.

Sementara itu, Goldman juga sepakat membayar denda pada pemerintah Malaysia sebesar US$ 3,9 miliar atau sekitar Rp 57 triliun. Dengan membayar denda itu, Pemerintah Malaysia setuju untuk membatalkan semua proses pidana pada Goldman, dan juga proses pidana terhadap cabang di Malaysia, serta pada para direktur dan mantan direktur yang terlibat.

CEO Goldman Sachs David Solomon mengatakan, perusahaan cukup senang bisa menyelesaikan masalah ini dengan Pemerintah Malaysia.

"Tapi kami tidak akan melupakan pelajaran dari masalah ini. Ketika seorang rekan kerja secara sadar melanggar kebijakan perusahaan, atau lebih buruk lagi, hukum, kami sebagai firma harus bertanggung jawab dan mengakui kegagalan kami," kata Solomon.

Akibat kasus ini, 9 orang dari eksekutif Goldman Sachs baik yang masih menjabat maupun tidak akan mengalami pengurangan kompensasi 2020 sebesar US$ 31 juta atau sekitar Rp 456 miliar. Perusahaan juga akan menagih uang sebesar US$ 76 juta atau sekitar Rp 1,19 triliun pada 3 orang mantan eksekutif Goldman yang terlibat kasus ini. Goldman juga akan menagih US$ 67 juta atau sekitar Rp 986 miliar pada para mantan eksekutif di tahun 2011 sampai 2013, termasuk mantan CEO Goldman Lloyd Blankfein.

(eds/eds)

Hide Ads