Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja diundangkan, di dalamnya mengatur mengenai waktu kerja. Tak terkecuali apabila pekerja harus bekerja melebihi jam kerja alias lembur.
Dilihat detikcom pada salinan UU no 11 tahun 2020 mengenai Cipta Kerja, Selasa (3/11/2020), aturan mengenai jam kerja lembur diatur dalam pasal 81. Pasal tersebut merevisi pasal 78 dalam UU 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan.
Dalam revisi pasal 78 dalam UU ini, disebutkan ada syarat yang harus dipenuhi apabila pekerja harus bekerja lembur. Pada ayat 1 poin a Omnibus Law Cipta Kerja ditegaskan lembur harus didasari persetujuan antara pekerja dan perusahaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian waktu lembur juga dibatasi, maksimal 4 jam dalam sehari. Sementara itu, dalam seminggu lembur cuma diperbolehkan maksimal 18 jam.
Kemudian, dalam ayat 2 dijelaskan perusahaan diwajibkan membayar uang kompensasi lembur apabila ada pekerjanya terpaksa bekerja melebihi waktu kerja normal.
"Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur," bunyi pasal 78 ayat 2 dalam UU 11 tahun 2020.
Lalu pada ayat 3 pasal 78 disebutkan ketentuan waktu kerja atau lembur tidak berlaku pada beberapa sektor usaha.
"Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu," bunyi ayat 3 pasal 78.
Sementara itu, ketentuan lebih lanjut mengenai sektor usaha tertentu dan juga upah kerja lembur akan diatur dalam peraturan pemerintah.
Untuk jam kerjanya sendiri diatur dalam perubahan pasal 77. Dalam ayat 2 pasal 77 disebutkan perusahaan bisa memilih dua opsi waktu kerja. Kedua opsi tersebut menyebutkan jam kerja maksimal dalam seminggu adalah 40 jam.
Opsi pertama jam kerja diatur selama 6 hari kerja per minggu, per harinya maksimal 7 jam. Lalu opsi kedua, disebutkan jam kerja per hari maksimal 8 jam dengan waktu kerja 5 hari per minggu.
(dna/dna)