Babak Baru Gugatan Bambang Trihatmodjo Vs Sri Mulyani di PTUN

Babak Baru Gugatan Bambang Trihatmodjo Vs Sri Mulyani di PTUN

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Jumat, 06 Nov 2020 07:45 WIB
Bambang Trihatmodjo Putra ketiga mantan Presiden RI HM. Soeharto dan Siti Hartinah. File/detikFoto.
Foto: Hasan Alhabshy

Dari detil perkara dalam website SIPP PTUN Jakarta, setidaknya ada empat petitum gugatan dalam detil perkara yang diajukan pihak Bambang. 4 petitum itu adalah sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya
2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menteri Keuangan No.108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 Tentang "Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian Ke Luar Wilayah Republik Indonesia Terhadap Sdr.Bambang Trihatmodjo (Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games XIX Tahun 1997) dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara"
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Menteri Keuangan No.108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 Tentang "Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian Ke Luar Wilayah Republik Indonesia Terhadap Sdr.Bambang Trihatmodjo (Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games XIX Tahun 1997) dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara"
4. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun Keputusan Menteri Keuangan No.108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 mencekal Bambang untuk berpergian ke luar negeri. Kemenkeu menganggap, Bambang harus menyelesaikan piutang pemerintah dari gelaran Sea Games XIX di tahun 1997.

Dari catatan detikcom, Sri Mulyani menyodorkan piutang negara yang harus dibayar putra ketiga Presiden Soeharto itu sebesar Rp 50 miliar ditambah bunga 5% per tahun.

ADVERTISEMENT

Menurut Prisma, dana tersebut sebenarnya merupakan dana talangan untuk kepentingan Sea Games 1997. Karena komitmen Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) pada dasarnya hanya kesanggupan dalam penyelenggaraan Sea Games-dana kesanggupan konsorsium maksimal Rp 70 miliar namun sebagaimana Audit ternyata lebih dari Rp 156 miliar tidak meliputi dana pembinaan atlit

Dana talangan itu membengkak karena dikenakan bunga per tahunnya. Prisma melihat piutang yang ditagihkan ke kliennya tidak berdasar.

"Bunga 5% setahun yang sebenarnya itu talangan yang disebut sebagai utang hingga selesai dilakukan audit keuangan. Namun ya itu, unsur politiknya dibawa-bawa. Apalagi tanpa diduga Presiden Soeharto lengser di 1998," ucap Prisma.

Nah, karena Bambang Trihatmodjo merasa bukan penanggungjawab PT Tata Insani Mukti, maka ia keberatan bila harus menanggung tagihan tersebut. Menurut Prisma, yang bertanggungjawab atas keuangan dana yang ditagih adalah PT Tata Insani Mukti.

"Yang menjadi subyek KMP itu adalah PT Tata Insani Mukti. Ini yang keliru dipahami. Konsorsium secara perdata bukan subyek hukum sehingga tidak bisa dimintai pertangungjawabannya. Jadi, yang dimintai pertanggungjawabannya itu ya PT sebagai subyek hukumnya," tegas Prisma.


(eds/eds)

Hide Ads