Saat ini Badan Legislasi (Baleg) DPR membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol. Bagaimana respons Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terhadap RUU tersebut karena terkait penerimaan cukai?
Menurut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan larangan minuman beralkohol tidak berdampak signifikan terhadap penerimaan negara yang berasal dari cukai.
"Sampai saat ini pemasukan dari minuman beralkohol tidak terlalu signifikan, yang signifikan dari cukai hasil tembakau," kata Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC, Syarif Hidayat saat dihubungi detikcom, Jakarta, Jumat (13/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu pihak Ditjen Bea Cukai akan mempelajari lebih dalam lagi dampak yang terjadi jika RUU Larangan Minuman Beralkohol ini benar-benar disahkan menjadi UU. Syarif menjelaskan saat ini pihak DJBC dalam melakukan penarikan cukai dan pengawasan terhadap minuman beralkohol mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 1995 jo UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
"Kami hanya melaksanakan saja amanah UU. Kalau memang pada ujungnya ada kesepakatan antara DPR dan pemerintah, kita siap amankan keputusan apapun," ungkapnya.
Sebagaimana draft RUU Larangan Minuman Beralkohol yang dilihat detikcom, Kamis (12/11/2020), salah satu bab membahas secara khusus soal pelarangan minuman beralkohol. Intinya jika UU ini diteken, semua proses produksi, mengedarkan, sampai mengonsumsi akan dilarang. Hal itu tertuang dalam bab II pasal 5, 6 dan 7 yang berbunyi:
"Setiap orang dilarang memproduksi Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, Minuman Beralkohol tradisional, dan Minuman Beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4," bunyi pasal 5 tersebut.
Sedangkan dalam pasal 6 dijelaskan bahwa setiap orang dilarang memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, Minuman Beralkohol tradisional, dan Minuman Beralkohol campuran atau racikan. Sedangkan pasal 7 dijelaskan larangan bagi orang yang mengonsumsi minuman beralkohol tersebut.
Namun larangan minuman beralkohol masih dikecualikan untuk waktu-waktu tertentu seperti untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan. Hal itu tertuang dalam pasal 8.