Kisah Zuo Hui, Raja Properti China Berharta Rp 288 Triliun

Kisah Zuo Hui, Raja Properti China Berharta Rp 288 Triliun

Soraya Novika - detikFinance
Sabtu, 14 Nov 2020 14:30 WIB
Zuo Hui
Foto: Dok. KE Holdings

KE Holdings, perusahaan properti milik Hui, turut diuntungkan lewat tren pertumbuhan pasar properti di China tersebut. KE Holding kini memiliki 42.000 kantor penjualan, dengan lebih dari 450.000 agen penjualan tersebar di seluruh negeri.

Kamus Perumahan yang dimiliki perusahaan Hui juga menjadi yang terbesar di China, dengan lebih dari 220 juta basis data, termasuk peta yang menunjukkan detail lokasi rumah sakit, sekolah, dan pusat perbelanjaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KE bekerja sama dengan pengembang untuk meluncurkan dan memasarkan proyek baru mereka. Menawarkan layanan kontrak dan renovasi. Bahkan memiliki teknologi virtual-reality untuk memungkinkan tampilan properti virtual, dengan 420 juta tampilan tahun lalu. Hal itu membuat KE semakin mendominasi pasar properti di China

Platform transaksi dan layanan perumahan KE juga menjadi yang terbesar di China berdasarkan transaksi brutonya. Tahun lalu, transaksi bruto KE mencapai US$ 318 miliar, naik 85% dari 2018.

ADVERTISEMENT

Selama enam bulan hingga Juni 2020 ini, transaksi bruto KE mencapai US$ 198 miliar atau naik 49% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sampai-sampai, beberapa pakar menjuluki KE sebagai Alibaba-nya pasar properti residensial di China.

Pada bulan Agustus 2020, KE melantai di bursa saham dan berhasil mengumpulkan dana segar hingga US$ 2,4 miliar dan terdaftar juga ke Bursa Efek New York. Awalnya, saham KE berada di level US$ 20, namun kemudian nilainya naik hingga 3 kali lipat menjadi US$ 75 per lembar saham.

Hal inilah yang diyakini sebagai keuntungan buat Hui. Kekayaannya naik hampir sepuluh kali lipat dari posisi tahun lalu. Eksekutif KE kedua, CEO Peng Yongdong pun merasakan keuntungan serupa, mendadak jadi miliarder lonjakan harga saham KE tadi.

Penguatan KE kemungkinan juga membawa keuntungan buat investor utama yakni Sequoia China Capital, Softbank, dan Tencent.


(eds/eds)

Hide Ads