Nasib Bisnis Minuman Beralkohol Kala Produknya Mau Dilarang

Nasib Bisnis Minuman Beralkohol Kala Produknya Mau Dilarang

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Sabtu, 14 Nov 2020 16:03 WIB
Young depressed man
Ilustrasi/Foto: Getty Images/eclipse_images
Jakarta -

Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol tengah bergulir di DPR. Rencana pelarangan minuman beralkohol ini pun menimbulkan pro kontra.

Para pengusaha minuman beralkohol jelas menolak wacana ini. Menurut Komisaris Utama PT Delta Djakarta Tbk Sarman Simanjorang, bisnis minuman alkohol (minol) saat ini sudah sangat menderita.

Di tengah pandemi Corona, saat ini bisnis minol sudah sangat terpuruk. Penjualan turun membuat pemasukan pun turun bagi perusahaan. Di Jakarta saja, penjualan minol sudah anjlok 60% setelah berbagai hotel, restoran, cafe, dan tempat hiburan malam belum juga dibuka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Industri minuman beralkohol sedang sangat terpukul saat ini. Seperti produsen bir sebagai dampak dari pembatasan operasional berbagai hotel, restoran, kafe, bahkan di hiburan malam. Di Jakarta sudah 8 bulan tutup yang membuat penjualan anjlok sampai 60%," papar Sarman kepada detikcom, Minggu (14/11/2020).

Sarman menjelaskan kontribusi bisnis minuman alkohol bisa memberikan pajak dan cukai mencapai Rp 6 triliun per tahun.

ADVERTISEMENT

Kemudian, tenaga kerja yang diserap pun mencapai 5 ribu orang, itu pun bisa bertambah bila dihitung dengan tenaga kerja di industri penunjang. Yang jelas kontribusi itu bisa hilang bisa minuman alkohol dilarang.

"Kontribusinya juga jelas, baik dari disisi pajak maupun cukai alkohol mencapai Rp 6 triliun setahun.Tenaga kerja mencapai 5 ribu orang, ditambah industri penunjang seperti pertanian, logistik, industri kemasan, distribusi dan jasa perdagangan, jasa hiburan, rekreasi, pariwisata dan budaya," jelas Sarman.

Langsung klik halaman selanjutnya.

Sementara itu, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) Ipung Nimpuno para pengusaha yang terkait minuman beralkohol merasa semakin berat untuk berusaha di Indonesia apabila minuman alkohol mau dilarang.

Sebelum muncul RUU tersebut saja sudah ada banyak kebijakan yang mengatur minuman beralkohol. Kebijakan-kebijakan itu pun sudah menekan ruang gerak mereka.

"Kalau kami pelajari selama 15 tahun terakhir kalau terkait minuman beralkohol itu paling tidak ada 36 peraturan yang mengatur, mengawasi, membatasi kegiatan minuman beralkohol. Dari produksinya dibatasi ada kuotanya, harus memiliki izin, baik pusat maupun daerah. Kemudian harus melapor setiap peredaran per botolnya," kata Ipung saat dihubungi detikcom, Jumat (13/11/2020).

"Ya jelas kami merasa sangat dipersulit untuk berusaha spesifik untuk minuman beralkohol," katanya.

Pihaknya pun merasa dianaktirikan oleh pemerintah. Hal itu dirasa karena mendapatkan perlakuan yang jauh berbeda dengan rokok. Padahal minuman beralkohol dan rokok sama-sama produk yang memberikan kontribusi cukai.

"Sebetulnya kita iri juga kalau jadi anak tiri. Perlakuannya sangat beda, yang satu longgar yang satu sangat ketat, pasti merasa jadi anak tiri. Apalagi sekarang ada RUU itu," tutur Ipung.

(hns/hns)

Hide Ads