Berdasarkan laporan ADB-UN Womens High Level Roundtable 2020, disebutkan sebanyak 54% dari 75 juta pekerja di restoran dan industri akomodasi adalah perempuan. Selain itu, berkurangnya 50% jam kerja perempuan sektor informal di Asia akibat COVID-19, sementara kelompok laki-laki hanya berkurang 35% jam kerja.
"Karena kegiatan mereka lah, pekerjaan mereka lah yang paling terdampak COVID-19," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di tingkat global, 60% dari 740 juta pekerja perempuan di sektor informal juga berkurang pendapatannya pada bulan pertama pandemi ini, 40% pekerja perempuan di seluruh dunia bekerja di sektor yang paling terdampak," tambahnya.
Selanjutnya, dikatakan Sri Mulyani, partisipasi kerja kelompok perempuan menurun menjadi 54,66% dari posisi sebelumnya di 54,66%, penurunan ini terjadi di tahun 2019.
"Sementara tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki justru mengalami peningkatan," ungkapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah orang yang bekerja sebanyak 128,45 juta orang baik perempuan maupun laki-laki. Angka itu berasal dari 138,22 juta orang yang masuk dalam angkatan kerja. Dari 128,45 juta orang, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan hanya 53,13%, sementara laki-laki mencapai 67,77% per Agustus 2020.
Sementara dari sisi rata-rata upah nasional, kelompok laki-laki masih lebih tinggi dengan nilai Rp 2,98 juta sedangkan perempuan sebesar Rp 2,35 juta per bulannya.
Otoritas statistik nasional juga mencatat selama pandemi COVID-19, ada 29,12 juta orang penduduk usia kerja terdampak. Ini terdiri dari pengangguran karena COVID-19 sebanyak 2,56 juta orang, lalu sekitar 760 ribu orang bukan angkatan kerja karena COVID-19, lalu sebanyak 1,77 juta orang tidak bekerja karena COVID-19, dan 24,03 juta orang bekerja dengan pengurangan jam kerja karena COVID-19.
(hek/eds)